Langsung ke konten utama

Melanjutkan Pendidikan dengan Minat

Masa SD hingga SMA
Ketika SD, ada kebiasaan kami untuk bertukar biodata. Kebiasaan tersebut menjadi sesuatu yang penting ketika menjelang kelulusan SD, karena, bisa jadi, kami tidak bertemu lagi di pendidikan selanjutnya. Bisa karena tidak satu sekolah yang sama atau pindah keluar kota. Salah satu point yang harus diisi adalah cita-cita. 

Saat berusia 12 tahun, aku masih bingung untuk menetapkan cita-cita apa yang ingin ku raih. Karena itu, aku mengikuti pilihan teman-teman ku yang kebanyakan memilih sebagai insinyur pertanian, meski aku tak tahu bagaimana dan apa yang harus aku lakukan untuk meraihnya selain rajin belajar. 

Ketika SMP, perhatian ku lebih banyak ke kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka, OSIS, dan pelajaran keterampilan pilihan yang bisa berganti-ganti di setiap semesternya. Hal itu membuat wawasan dan keterampilan ku menjadi beraneka di bidang bahasa, olah raga dan seni. Sementara minat khusus yang berhubungan dengan mata pelajaran belum muncul. Sekolah kulalui begitu saja dengan santai. 

Saat itu, sering ku dengar kakak ku yang sudah duduk di bangku SMA mengatakan bahwa pelajaran yang sulit di SMA adalah Kimia. Aku hanya bisa mendengar dan bertanya-tanya di dalam hati, seperti apa sulitnya Kimia itu ? Cerpen atau cerbung yang ku baca pun selalu mengisahkan tentang sulitnya pelajaran Kimia selain Matematika. Gurunya pun digambarkan sebagai seorang guru yang killer. Ya, ampun. 

Separuh hati ku penasaran, separuh hati ku buta untuk mencari tahu, apa itu Kimia. Dahulu belum ada internet, sehingga sumber informasi tidak seluas sekarang. Aku berpikir, 'ah, nanti setelah aku SMA pun, pasti aku akan tahu juga' . 

Masa SMA tiba, aku siapkan diri untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang isi dunia. Aku memilih bangku paling depan, dekat meja guru. Sungguh aku sangat ingin tahu dengan apa yang akan kupelajari di bangku SMA. Suatu hari, pelajaran Kimia yang pertama. Seorang ibu guru masuk ke dalam kelas. Ia berkaca mata cukup tebal. Penampilannya serius, namun ia perkenalkan diri dengan ramah. Ibu Yati namanya yang kemudian ku dengar kabar bahwa beliau sangat galak. 

Hari itu adalah pelajaran pertama pengenalan Kimia. Ia keluarkan nasi, gelas berisi air, dan jajanan pasar yang dibungkus plastik. Sambil menunjukkan makanan yang dibawanya, Ia jelaskan bahwa Kimia ada di sekitar kita, bahkan apa yang kita makan, yang kita pakai, bahkan kita bernafas pun dengan kimia. 

Wow, batin ku. 
Ini menarik, pikir ku. 
Kalau kimia ada di sekitar kita, tentu mudah kita mengenali dan mempelajarinya. Lalu mengapa banyak orang bilang bahwa Kimia itu sulit ? 
Ibu Yati pun bereksperimen di depan kelas yang belakangan aku tahu bahwa eksperimen itu adalah reaksi asam basa yang ditandai dengan perubahan warna lakmus. Saat itu, aku semakin takjub dan mulai melihat sisi menariknya ilmu Kimia. Segala rasa itu menggiring minat ku untuk mempelajari Kimia lebih serius, dan itu kubuktikan dengan nilai pelajaran Kimia yang selalu kuraih dengan nilai baik. 

Masa Perjuangan Memilih Jurusan Kuliah. 
Lulus SMA, aku siapkan diri untuk mengikuti Sipenmaru. Namun aku bingung untuk memilih, jurusan apa yang akan ku tuju sebagai studi ku di perguruan tinggi. Tidak seperti sekarang dimana jurusan-jurusan di tiap perguruan tinggi telah mempunyai konten YouTube yang siap disaksikan lulusan SMA, sehingga calon mahasiswa bisa menentukan pilihan jurusan sesuai minatnya. Tahun 1988, aku sungguh bingung untuk menetapkan jurusan kuliah pilihan. Tak ada tempat bertanya pula, sehingga kupilih jurusan Fisika dan Biologi di luar kota Bandung. 
Qadarullah, aku gagal dalam ujian Sipenmaru tahun 1988, sehingga aku harus mengulang di tahun 1989.
 
Selama setahun masa persiapan ujian sipenmaru kedua, aku mengikuti bimbingan belajar (bimbel). Di bimbel itulah aku mendapat informasi bahwa memilih jurusan, antara pilihan pertama dan kedua, harus ada kaitannya karena ini menunjukkan minat siswa pada suatu bidang. Jadi pilihlah jurusan kedokteran  dan pilihan keduanya adalah biologi atau farmasi. Atau teknik elektro dan pilihan keduanya adalah fisika atau matematika. Jangan memilih teknik elektro atau teknik mesin dan biologi sebagai pilihan kedua.  
"Itu tidak nyambung!", Kata ibu Iceu Suwenda, guru biologi yang mengajar bimbel ku. 

Kegagalan adalah guru paling berharga, itu benar adanya. Ujian sipenmaru tahun 1989 kujalani dengan fokus peminatan pada Kimia. Aku memilih jurusan Kimia ITB sebagai pilihan pertama, Kimia Unpad sebagai pilihan kedua, dan HI Unpad sebagai pilihan ketiga. Demi Allah, aku hanya tahu dan lebih percaya diri di jurusan MIPA, dan sungguh tidak yakin dengan jurusan teknik. Bagiku, saat itu, jurusan teknik itu untuk kaum pria. 

Alhamdulillah, aku diterima di ITB, jurusan Kimia. 

Lega. 
Senang. 
Bersyukur. 
Jadi, inilah duniaku. Kimia. 

Alumni Kimia ITB
Aku pun lulus sebagai sarjana kimia dengan sub bidang biokimia. Andai ada kesempatan untuk melanjutkan studi, itu pasti akan sangat membahagiakan. Karena sangat kurasakan, bahwa masih sangat sedikit yang aku tahu tentang Kimia. Kini, sebagai alumni dan bergabung di group Mamah Gajah Ngeblog, aku ikuti Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog dengan menuliskan pengalamanku tentang pilihan jurusan kuliah di ITB. 

Aku bersyukur, anak-anakku tidak mengalami kesulitan untuk memilih jurusan sesuai minatnya seperti aku dulu. Perkembangan teknologi informasi sangat membantu mereka untuk memilih jurusan dan perguruan tinggi mana yang akan mereka pilih. 
Anakku yang pertama memilih jurusan Planologi ITB dan masuk tahun 2016. Anakku yang kedua memilih Design Komunikasi Visual ITS dan masuk tahun 2018. Sedangkan anakku yang ketiga memilih jurusan Ilmu Gizi di Unair dan masuk di tahun 2019. 
Alhamdulillah. 





Komentar

  1. Ya Allah teh Rochma, bagian awal ceritanya seketika langsung bikin saya ingat masa-masa bertukar biodata juga pas SD, yang udah hampir terlupa. MaasyaAllah anak-anaknya udah sukses masuk PT favorit semua ya ... semoga bahagia selalu untuk Teteh & keluarga....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.. tukar biodata Itu, waktu itu, seru ya..

      Aamiin yaa rabbal alamiin
      Makasih.

      Hapus
  2. Duh trteh keren banget bisa jatuh hati dengan suatu bidang ilmu apalagi Kimia. Saya termasuk orang yang merasa Kimia susah 😅 Mungkin karena dulu tidak ketemu guru yang membuat Kimia jadi menarik seperti pengalaman teteh yaa 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya, dapur kita adalah semacam laboratorium.
      Memasak adalah meramu bahan-bahan kimia juga kan, kimia bahan alam.. 😁.
      Kesukaannya jadi berlanjut di dapur nih.. hahaha

      Hapus
  3. Masya Allah ibu kereeeen, semoga saya bisa juga mendidik dan mengarahkan anak-anak hingga perguruan tinggi. Aamiin. Oia waktu ibu tingkat 2 di tahun 1990 ya? berarti saya baru lahir wkwkwkwk salam sungkem dulu :D

    BalasHapus
  4. Masya Allah teteh keren pisan!
    Sampai anak-anaknya udah pada sukses juga.
    Semoga bisa mengikuti jejak teteh :)

    #jugamasihngalamintukeranbiodatazamanSD :D

    BalasHapus
  5. Teteeeh... Keren sekali.... Baarakallaah, anak2 udah dewasa dan sukses semua ya teeh... Seneng banget liat fotonya :)

    -Rini-

    BalasHapus
  6. Wah anak Ibu masuk DKV juga toh. Masya Allah. Iya yah sekarang mah ilmu gampang didapat dan visualnya juga menarik sekali. Betul juga ya, Kimia memang ada dimana-mana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya...
      Saya lihat anak saya yang di DKV, tugasnya gambar melulu sampe lembur2 ya.. Pandemi gini, dia bersyukur bisa online di rumah. Jadi kalau harus 'nugas' lembur gak harus merasa kelaparan.. 😀

      Hapus
  7. Teeh inspiring sekali sampe anak-anaknya udah dewasa kinclong semua. Pengen banget bisa nyeritain gimana milih jurusan ke anak-anak nanti buat pegangan mereka, buat sukses kayak anak-anak teteh hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah..
      Tantangan generasi alpha tentunya akan beda. Ya tapi semoga segala pengalaman kita bisa dijadikan gambaran dan pelajaran bagi mereka ya

      Hapus
  8. Masya Allah... Sukaaa, liat foto kakak-beradik. Eh? Hihihi... 😍
    Saya termasuk yg susah faham kimia. Ngulang, pas TPB dulu. Itupun tetep C deh... 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kidas pun sebenarnya saya sempat ngulang.
      Masa jeda 1 tahun dari kelulusan SMA itu cukup berpengaruh pada pembiasaan belajar rutin. Jadi saya mengalami semacam shock ketika TPB. Masa penuntasan TPB itu bisa satu cerita tersendiri bagi saya. Cukup panjang untuk diceritakan.. 😀

      Hapus
  9. Masya Allah Teh Rochma ternyata alumni Kimia ITB. Salam kenal dari saya tehh Nurul Nanda alumni Kimia ITB juga angkatan 2011, subbidang biokimia juga hehehe. Sepertinya saya sepantaran anaknya tth ya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Nurul.. tapi anakku yg pertama masuk kuliah tahun 2016. Ya kurang lebih kali ya...🤗
      Seangkatan saya yang jadi dosen ada bu Irma dan pak Nyoman, mungkin kenal dan sempat diajar

      Hapus
  10. Waaa butuh waktu untuk bisa mencintai Kimia ya teh,salut! Seru juga baca pengalaman teteh support banget sama putri2nya soal jurusan kuliah. Perlu banyak belajar nih sama teh Rochma :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah.. pokoknya yang terbaik buat anak deh. Kita, sebagai orang tua, tut wuri handayani aja. 🤗

      Hapus
  11. Guru kimianya inspiratif sekali...
    Sampai kuliah TPB pun saya mah nyerah sama kimia, hihihi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kimia TPB itu sama dengan kimia SMA, tapi pendekatannya beda. Itu yang saya rasakan.
      Seringkali saya salah memahami bahkan mengulang. Ini jujur saya akui. Tapi untuk melepas kuliah di ITB untuk coba Ujian sipenmaru lagi, kok buang waktu rasanya.. ya sudah.. mau gak mau harus diperjuangkan sampai selesai.

      Hapus
  12. Waduh..sungkem sama yang mencintai Kimia, secara saya sendiri anti Kimia (kenapaaa ya??? Huhuhu). MasyaAllah teh...saya lebih terkagum2 melihat anak2 teteh yang sudah besar dan semuanya kuliah di universitas kece teh :).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah.. anak-anak Ayu juga pasti bisa sukses dan kuliah di PT negri semua.
      Berdasarkan penelitian, ibu-lah yang menurunkan bakat pandai ke anak-anaknya.
      Nah.. yakin deh.. anak2 mamah gajah ini pun cerdas dan pandai semua.

      Hapus
  13. Keren banget putrinya juga bisa lulus PTN. Tapi seandainya dulu afa internet, saya mikir jangan2 saya ga bisa masuk ITB loh, udah minder duluan, hehehe...

    Btw Saya dulu juga takut sama pelajaran Kimia, tapi pas ujian pertama dapay nilai 9 dari 10, jadi percaya diri kalau Kimia tidak sesulit itu dan menyenangkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anak-anakku belum lulus kok. Yang sulung aja masih berkutat dengan skripsinya.
      Eh.. tapi meski begitu, anak2 ku gak ada yang minat dengan kimia..😀.. yaaa bakatnya anak memang masing-masing ya..

      Hapus
  14. Saya tuh berkali kali ngeliat foto teteh sama anak-anak, ini teteh yang mana sih? Awet muda pisan, apa ini karena efek kimia? Hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahahaha.. bisaa aja.
      Pakai kimia skin care.. halah... 🤣

      Hapus
  15. hai teh rochma ... kita seangkatan nih : aku ar89

    keren bidadarinya sudah kuliah semua ya ...
    anakku sulung alumni fapet unpad
    dan anak kedua masih kuliah di planologi itb, dia angkatan 2018

    si bungsu masih smp nih bonus ...

    BalasHapus
  16. Ternyata kebiasaan tukar biodata udah ada dari lama banget ya.. saya baru tau nih.. saya termasuk yang menganggap kimia itu sulit, entah kenapa.. kelas 2 SMA saya sampai les privat kimia dan ngga ngerti2 juga 🥲 salam kenal ya bu, saya ichy :)

    BalasHapus
  17. Wah 3 daranya cantik-cantik Mbak. Btw, aku pun dulu dapat ilmu untuk memilih untuk yang masih nyambung kalau emang nggak bisa sama persis. Katanya itu memperbesar peluang keterima. Wallahualam sih.

    BalasHapus
  18. tetehh anaknya udah pada gede, cantik2 smuaa, mashaa alloh hebat smua sudah berkuliah dan smoga sukses seperti mamanyaa aamiin

    BalasHapus
  19. Wah keren guru kimia SMA-nya teh, bisa menginspirasi walau kabarnya galak ya. Semoga lancar studinya ya anak-anak Teteh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi

Jelajah Dunia Kopi

Oktober datang, musim pun berganti menjelang. Angin berbisik lebih dingin, Menarik awan menggumpal tebal, Sebentar saja hujan pun tumpah, Gerimis hingga menderas, Nyamannya meringkuk dengan secangkir kopi panas. Awal bulan Oktober, grup MGN bukan hanya mengumumkan hasil tantangan bulan September, tetapi juga menyampaikan kabar tantangan bulan Oktober. Wah, kok tepat dengan suasana hujan dan ngopi sore ini. MGN menetapkan Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober dengan tema Mamah dan Kopi. Hmm… mataku langsung melirik pada cangkir kopi di meja. Pikiran pun mengembara ke berbagai pengalaman tentang kopi yang pernah kucicipi.  Masa SMA adalah awal aku mencicipi kopi dan menjadi teman mengerjakan tugas sampai tengah malam. Namun suatu hari, ibuku melihatku minum kopi dan berkomentar bahwa lebih baik minum coklat panas daripada kopi. Hal itu karena coklat bisa menguatkan jantung, sedangkan kopi membuat jantung tidak sehat. Saat itu belum ada Google untuk mencari tah

Kreatif dengan Memanfaatkan Apa yang Ada di Sekitar

Hidup ini memang harus kita jalani apapun yang terjadi. Tidak mungkin kan, hidup harus di hentikan sesaat hanya karena apa yang harus kita jalani menemui kebuntuan. Selagi hidup masih berlangsung, kita masih perlu makan, minum, mandi, dan lain-lain. Setidaknya, kita masih perlu akan kebutuhan dasar. Oleh karena itulah, kita harus kreatif untuk mencari jawaban atas kebuntuan yang bisa jadi kita temui dalam hidup.  Kalau kita mengikuti kegiatan pramuka, tentu kita diajarkan tentang bertahan hidup dengan peralatan yang minim. Belajar hidup sederhana dan bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Dari situ, seorang pramuka akan siap menghadapi kondisi hidup sulit sekalipun.  Namun ternyata, kondisi tersebut pun dialami oleh anak-anak yang tinggal di pondok pesantren. Anak saya yang kedua telah memilih untuk melanjutkan sekolah tahap SMP nya di Pondok Pesantren Assalam Solo. Betapa suatu pilihan yang sulit bagi saya waktu itu, karena, dengan begitu, saya tidak lagi melihatnya bangun pagi da