Memasuki tahun 2021, pandemi covid-19 belum juga usai. Segala kegiatan yang harus berhubungan dengan orang lain di luar rumah masih selalu dibatasi. Aku bersyukur, sejak awal diberlakukan pembatasan aktifitas, anak-anak sudah pulang ke rumah semua. Seluruh kegiatan kuliah berlangsung secara daring.
Pekerjaanku memang banyak menemui hambatan karena pandemi ini. Sebagai agen asuransi yang harus mengenal dan mengetahui kebutuhan konsumen untuk menetapkan pilihan asuransinya, aku tak bisa menemui konsumen dengan leluasa. Kondisi tersebut membuat PT. FWD Insurance Indonesia dimana tempatku bekerja mengadakan banyak inovasi. Dengan begitu, kami bisa tetap bekerja secara daring.
Bagi kami yang biasa bekerja dengan bertemu langsung dengan konsumen, sistem itu lumayan menyerap energi dan waktu untuk adaptasi. Banyak hal yang harus dipelajari. Segala hal yang berkaitan dengan kerja daring harus kami pelajari. Segala pertemuan diadakan melalui zoom. Sehingga, sering terjadi, dalam satu rumah ini ada 4 zoom yang berlangsung. 3 zoom adalah zoom kuliahnya anak-anak, dan 1 zoom yang aku ikuti. Jaringan internet menjadi benar-benar vital di era kini.
Nampaknya, pandemi ini memang begitu menghambat aktifitas kita. Akan tetapi, kita bisa mendapatkan banyak hikmah dibalik semua ini. Seperti Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan November ini yang bertema pelajaran hidup selama tahun 2021. Tentunya, setiap orang akan mempunyai pengalaman dan hikmah yang bisa diambil. Akupun demikian. Aku menilainya bahwa semua yang terjadi memang kehendak Ilahi.
Awal tahun 2021, suatu hari, aku membuka group ITB Motherhood di Facebook. Aku membaca sebuah kabar bahwa ada salah satu alumni ITB yang baru saja kehilangan suaminya. Kondisi teman kita ini sangat terpuruk, sehingga sang teman yang mengabarkan melalui group ITB Motherhood itu meminta saran. Apa dan bagaimana yang bisa kita lakukan untuk membantu teman kita yang terpuruk itu?
Berbagai saran dan ucapan prihatin muncul di kolom komentar postingan itu. Salah satu komentar itu ada yang membuatku menaruh perhatian lebih.
Seorang teteh menyarankan agar teman kita itu bergabung dengan group Single Moms Indonesia. Aku jadi merasa penasaran dengan group itu. Seketika itu juga, aku cari group itu, dan kutemukan.
Group itu tertutup. Aku tak bisa melihat keseluruhan kegiatan group itu kecuali menjadi anggota di dalamnya. Saat itu juga, aku putuskan untuk bergabung. Yang kuingat, hari itu adalah hari Kamis di bulan Januari 2021. Tetapi aku lupa tanggal berapa.
Hari Senin berikutnya, ada welcoming speech dari founder SMI. Kami yang baru saja bergabung diminta berkenalan di kolom komentarnya. Aku tuliskan latar belakangku dan mengapa merasa perlu bergabung dengan group itu. Demikian pula dengan anggota baru lainnya, mereka mengenalkan diri di kolom komentar.
Hari-hari berikutnya, aku hanya bisa memperhatikan bagaimana group itu berjalan. Setiap hari kubaca keluhan para single mom yang masih belum move on dengan perceraian atau karena suaminya telah meninggal. Kadang, ada juga yang mengeluh dan bertanya proses hukum dan kebutuhan bantuan psikolog untuk diri dan anaknya. Beberapa teman yang sudah kuat memghadapi realita hidup memberi saran dan semangat sebagai support positif.
Bagiku, aku seolah menemukan keluarga baru yang bisa mengerti dan memeluk (secara virtual) untuk saling menguatkan.
Aku menjadi single mom karena mantan suamiku memutuskan untuk berpisah. Perselisihan terjadi sejak tahun 2013. Detail kisahnya akan sangat panjang. Bisa-bisa, tulisan ini akan menjadi novel nantinya.
Saling diam dan bermasalah di bidang keuangan keluarga mulai kurasakan hingga pertengahan 2015. Aku yang sudah berkomitmen untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya mendadak harus mencari pekerjaan. Saat itu, usiaku menginjak usia 45. Ini bukan usia yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang sesuai kebutuhan.
Awal Ramadhan di tahun 2015, aku terima surat gugatan. Sungguh, ini adalah bagian perjalanan hidup yang tak direncanakan oleh siapapun. Aku perlu menenangkan diri dengan sungguh-sungguh, sehingga aku terpaksa vakum dari segala kegiatan organisasi dan komunitas.
Sidang pertama, aku hadir sendirian. Sehingga proses persidangan diulang. Namun, sidang kedua pun, aku masih hadir sendirian. Hal ini membuat Hakim menetapkan bahwa gugatannya batal.
Sesungguhnya, aku bingung. Bagaimana posisiku sekarang? Apakah aku masih menjadi istrinya hanya karena Hakim menyatakan gugatannya batal? Tetapi pernyataan cerai darinya sudah sangat jelas dan gamblang. Tertulis pula di surat gugatannya yang bermaterai itu.
Aku menolak untuk kembali dengannya. Tapi aku pun tak bisa menyatakan diri bahwa aku sudah berstatus single secara hukum. Aku hanya bisa diam dan menjadi tertutup jika ada yang bertanya tentang keadaan keluarga.
Bulan Juni 2021, SMI mengadakan pelatihan menulis. Aku langsung daftar dan berusaha rajin untuk mengikuti.
Selesai pelatihan diadakan tantangan menulis selama 30 hari. Tema tulisan sudah ditetapkan sehingga itu bisa sedikit memudahkan kami untuk menulis. Tema yang ditetapkan adalah mengenai proses perceraian, proses healing, pengaturan keuangan, menjadi single mom yang bahagia, dan juga tentang menjadi single mom by choice.
Ah iya, istilah single mom by choice ini baru kuketahui melalui group SMI. Hal ini membuatku merenung lebih dalam. Betapa banyak persoalan di luar sana dan tidak hanya ada di dalam cerita novel atau sinetron. Setiap kita mempunyai takdirnya sendiri-sendiri. Tak ada yang lebih baik atau yang lebih buruk. Setiap keadaan memiliki ujiannya masing-masing. Yang orang lain alami, belum tentu kita kuat mengalaminya. Yang kita alami, belum tentu orang lain kuat mengalaminya.
(Sampai di sini, dadaku sesak 😢)
Tak disangka, tulisan-tulisan kami akan dibukukan oleh SMI dan PT Cakram Indonesia sebagai wadah pelatihannya. Ini berarti segala cerita yang tertuang dalam tulisan tidak menjadi rahasia lagi. Akan ada banyak orang mengetahui apa yang kami alami, termasuk aku.
Apa yang akan terjadi sudah benar-benar di luar kendaliku. Aku tak mungkin mencegah agar buku tidak dicetak. Ini semua membuatku merenung kembali. Apa yang Allah kehendaki untuk hidupku?
Akhir-akhir ini, banyak dibahas tentang mindfullness, mental health, dan semacamnya. Intinya kita harus sadari apa yang terjadi, menerima, dan berani menghadapi dengan sikap positif. Dengan kesadaran itu, kita tidak perlu harus merasa tertekan dengan segala persoalan yang harus kita hadapi.
Mungkin kesimpulanku salah, tapi itulah yang kupahami dan sejenak untuk kembali waras.
Setelah bisa menyadari, kita bisa menerima apa yang harus terjadi dan mengapa harus terjadi. Keadaan yang dihadapi kini tidaklah seperti yang diimpikan. Kalau boleh menyuplik judul novel, hidupku bagai Surga Yang Tak Dirindukan. Aku terima ada sedikit rasa cemburu ketika melihat teman merayakan hari anniversary bersama pasangan. Aku terima ada sedikit perih melihat hidupku tak seperti kehidupan orang lain. Dan keberadaan buku Perjalanan Ibu Tunggal itu, aku terima sebagai jalan hidupku yang lain. Intinya adalah jiwa raga bisa menerima takdir sedih yang telah Allah tetapkan. It’s okay to not to be okay.
Namun dengan kondisi yang sekarang, aku lebih produktif secara pribadi. Aku menulis lebih banyak dan punya kesempatan belajar untuk meningkatkan kapasitas diri. Disinilah kutemukan takdir positif yang harus terjadi.
Tahun 2021 ini, selain buku Perjalanan Ibu Tunggal itu, aku terlibat dalam pembuatan 2 buku pendidikan di bawah asuhan mbak Deka Amalia. Aku juga bergabung dalam antologi puisi bersama kakak sepupuku, Mutiara Gunawan. Aku juga terlibat dalam beberapa kelas belajar menulis dan bergabung dengan kelompok menulis 30 days writing challenge yang disingkat dengan 30DWC.
Entah kenapa, ini seperti passion yang baru ditemukan. Rasanya menggila dengan segala hal tentang menulis.
Jika memang warisan yang akan kutinggalkan adalah berupa buku-buku karya tulisku, aku akan lakukan untuk memberi manfaat untuk banyak orang. Seperti buku Perjalanan Ibu Tunggal itu. Buku itu semacam buku Chicken Soup for Single Moms. Semua orang perlu membaca buku itu sebagai cermin. Perbedaan buku itu dengan buku Chicken Soup adalah adanya pendapat dan komentar ahli hukum, ahli psikolog dan financial planner. Sejujurnya, kami, para penulis, pun belum tahu semua seperti apa saran dan komentar para ahli tersebut. Semoga buku itu akan memberi manfaat untuk banyak orang.
Dengan harga Rp.130.000, Aku berharap, buku setebal 400 halaman itu bisa terjual banyak, karena segala keuntungan dari penjualan buku itu akan menjadi support untuk Single Moms Indonesia yang berusaha menjadi rumah teduh bagi para single moms di Indonesia.
peluk teh sari ...
BalasHapusya allah berikan selalu kekuatan dan kesabaran.
teh ... anak2 udah kuliah semua ya?
salam hangat
Aamiin.
HapusMakasih doanya, Dewi.
Makasih juga udah mampir.
Iya, anak-anak sudah kuliah semua. Doakan kami semua kuat ya.
Semoga Dewi sekeluarga sehat dan sukses selalu.
🤗
Masya Allah teteh pasti ga mudah menjalani ini semua. Semoga kekuatan dari Allah selalu menyertai teteh..
BalasHapusSalam dr sy yg masih belajar 🙂
Iya dek Nurul.
HapusSudah kehendak Allah, dan penerimaan ini membutuhkan proses yang panjang.
Makasih doanya ya.
Makasih juga udah mampir ke sini.
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah.
Sehat dan sukses selalu ya dek Nurul.
Teteh hebat! Semangat ya Teh, apapun tantangan di dalam hidup kita, kita percaya jalan Tuhan selalu terbuka kalau kita setia mencariNya, meskipun jalannya suka ngumpet. Aku ikut senang Teteh ketemu komunitas SMI yang bisa saling mendukung dan menguatkan.
BalasHapusTeh Sari, terimakasih sudah berbagi cerita, semoga selalu diberi kekuatan dan semangat.
BalasHapusSelamat menyambut tahun yang baru, terus berkarya ya Teh
Mba Sari. Mba Sari adalah wanita yang hebat dan kuat, menjadi seorang Ibu tunggal yang menjalani peran sebagai Ibu dan sekaligus Ayah, pastilah berat. Dan masya Allah, Mba Sari bisa melewatinya dan menjalaninya dengan kuat.
BalasHapusSemoga Allah melimpahkan rahmatNya untuk Mba Sari dan putra putri.
Salut dengan Mba Sari, sudah menulis beberapa buku yang dikhususkan untuk para single moms. Semoga makin sukses ya Mba :)
Teh, semangat ya,, semoga selalu dilancarkan setiap urusannya.. InsyaAllah bisa!!
BalasHapusTeh, baca cerita teteh perasaan saya campur aduk teh. Meski disebutkan bahwa “yang orang lain alami, belum tentu kita kuat mengalaminya. Yang kita alami, belum tentu orang lain kuat mengalaminya.”, tetap saja bagi saya jadi single mom itu luar biasa sekali perjuangannya dan hanya orang-orang dengan jiwa yang kuat yang bisa bertahan teh. Kuat selalu, teh.
BalasHapusTeh Sari ... masyaAllah luar biasa cerita hidupnya. Terima kasih banyak sudah berbagi ya Teh ... insyaAllah tdk hanya bermanfaat utk diri sendiri, tetapi juga utk banyak orang yang berkunjung ke sini dan membaca tulisan Teteh. Semangat terus nulis yaa Teh!
BalasHapusGaris hidup setiap orang bisa begitu beda-beda ya Mbak. Tapi saya percaya, selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari setiap perjalanan hidup. Stay strong ya Mbak. Ditunggu tulisan-tulisan kecenya di tahun depan.
BalasHapusTerimakasih sudah berbagi cerita dan pelajaran hidup mbak. Semoga semakin produktif dengan karya karya nya. Tidak semua bisa sehebat mbak Sari ketika dihadapkan masalah yang sama. Semoga penjualan bukunya sukses ya mbak.
BalasHapus