Langsung ke konten utama

Dari Kota Kembang ke Kota Gudeg


Setelah bulan Juni menuliskan hal berkesan di masa kecil, Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Juli mempunyai tema yang, bisa dibilang, ada kaitannya. Tema tulisan bulan Juli 2023 ini adalah tentang daerah asal. Ini sama saja kita mengingat asal usul kita. Ah, kok jadi kangen bapak ibu. 
Al fatihah untuk bapak dan ibu. 
 
Keraton Kasunanan Solo. Rumah nenek dari ibuku ada di sebelah timur keraton ini. Dulu, nenekku adalah sinden di keraton itu. 

.                     Bapak dan Ibuku

Bapak dan Ibuku sama-sama berasal dari Solo. Bapak berasal dari keluarga besar dengan sepuluh bersaudara, dan bapakku adalah putra yang kelima. Sedangkan ibuku adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Setelah mereka menikah di Solo, mereka pindah ke Bandung karena bapak sebagai wamil (wajib militer) ditugaskan di Bandung. Kami semua, anak-anak bapak dan ibu, lahir di Bandung. Jadilah Bandung sebagai kota kelahiranku.

Liburan ke Solo yang kuingat adalah ketika kami, anak-anak, masih TK hingga SD. Setelah kakak memasuki tahap SMP, kami sangat jarang mudik ke Solo karena hari liburan SD dan SMP yang berbeda jadwalnya. Hingga kemudian kangen-kangenan dengan Mbah Kakung, Mbah Putri, juga dengan Om dan Tante dituangkan melalui surat menyurat.

Bandung, Kota Kelahiranku

Separuh usiaku berada di Bandung, maka tak heran banyak kenanganku adalah tentang kota Bandung. Kota yang dingin, bahkan ketika musim hujan tiba, aku tidur dengan menggunakan jaket, kaos kaki dan dua selimut. Namun, sekarang, Bandung tak sedingin dulu. Penduduknya sudah lebih banyak. Kendaraannya juga banyak. Meski begitu, kakakku yang masih tinggal di Bandung bilang bahwa Bandung masih dingin kok, apalagi pas musim hujan. 

Kami berfoto di depan rumah di KPAD Gegerkalong Bandung, tahun 1990an awal.

Aku tinggal di kompleks perumahan angkatan darat Secapa. Lalu pindah ke KPAD Gegerkalong ketika masuk kelas 5 SD. Lingkunganku adalah perumahan dan kesukaanku adalah main ke rumah teman setelah pulang sekolah. Sampai SMA, kehidupanku hanya sekolah dan rumah, tidak pernah main yang jauh-jauh. Bahkan gunung-gunung yang mengitari kota Bandung pun tidak kuketahui semuanya. Baru setelah kuliah, aku memberanikan diri jalan-jalan sendiri menjelajahi kota dengan mengendarai angkot. 

Pengalaman pertama pergi jauh dari rumah adalah ke Pasar Palasari. Waktu itu mau cari buku. Waktu berangkatnya aman, sampai tujuan dengan selamat. Setelah mendapatkan buku yang kucari, aku mau pulang tapi aku bingung. Pakai angkot dengan jurusan apa nih? Sebab yang langsung ke arah Ledeng tidak ada. Aku asal saja naik angkot yang lewat sambil tengok kiri kanan kalau ketemu angkot yang mengarah utara. 


Entah kenapa, aku tidak merasa nyaman dengan angkot yang kunaiki karena tidak ada penumpang lain selain aku. Begitu angkot belok ke jalan besar, kepanikanku bertambah sebab itu jalan besar mengarah selatan. Buru-buru turun dan menyeberang jalan untuk naik angkot ke arah utara. Tak tahunya angkot inipun hanya sampai jalan Merdeka lalu berputar ke arah selatan. Aku pun segera berganti angkot jurusan Kelapa-Ledeng. Sampai di Panorama, aku berganti angkot lagi menuju KPAD. 

Kalau ingat masa itu, melelahkan rasanya. Demi pulang ke rumah sampai berganti angkot empat kali karena gak tahu arah jalan. Dulu belum ada google map. Namun begitu, aku bersyukur karena Bandung itu banyak angkotnya. Ke arah mana pun ada angkotnya. Jadi, bagi penduduk yang tidak memiliki kendaraan pribadi, angkot adalah penyelamat. Tapi mungkin sekarang lebih suka pakai ojek online ya, mengingat kemacetan dimana-mana.

Yogyakarta

Awal 1998 hingga awal 2000, aku sempat tinggal di Semarang. Udara panas kota Semarang sungguh membuatku tidak nyaman. Baru selesai mandi saja sudah berkeringat lagi. Untunglah, tidak terlalu lama aku tinggal di Semarang. Tahun 2000, aku pindah di Yogyakarta. Kebetulan sekali, waktu itu bulan April dan hampir memasuki musim dingin di Yogyakarta. Udara dingin di Yogyakarta mengingatkanku semasa di Bandung. 

Dalam sajak Joko Pinurbo, Yogyakarta atau dikenal juga dengan Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan. Mungkin takdir pula yang menetapkan bahwa Jogja menjadi tempatku pulang. Anak-anak sekolah di Jogja. Aktivitasku pun banyak di Jogja. Selain itu, kota kecil ini memberi kesempatan kita untuk mengenalnya lebih dekat. Banyak event kesenian dan budaya yang digelar di kota ini. Kita bisa memilih event apa yang disuka. 

Ada 7 hal yang bikin kangen kota Jogja :
1. Belanja di Malioboro. Katanya belum sah ke Jogja kalau belum menginjakkan kaki di Malioboro. Apalagi Malioboro sekarang sangat ramah untuk para pejalan kaki. Sudah banyak juga tersedia tempat duduk untuk istirahat atau untuk berswafoto. Entah trend nya mulai kapan, semakin banyak saja wisatawan lokal yang berfoto di dekat plang nama jalan Malioboro sebagai bukti mereka sudah sampai di sana. Tapi kalau sudah sampai Malioboro, tidak afdol kalau tidak sekalian mampir pasar Beringhardjo. Kita bisa temukan batik-batik yang murah meriah, juga makanan-makanan khas Jogja.
2. Makan gudeg. Makanan khas kota Jogja ini memang tidak pernah sepi peminat. Sepanjang jalan Wijilan, banyak penjual nasi gudeg yang selalu ramai pengunjung, apalagi ketika akhir minggu dan liburan panjang. Larisnya gudeg membuat banyak orang berjualan gudeg sehingga kita akan dengan sangat mudah menemukan penjual gudeg di sudut-sudut kota. 

3. Pantai. Sepanjang pantai selatan provinsi Yogyakarta adalah pantai-pantai yang bagus dan sangat sayang dilewatkan ketika masa liburan. Aku yang sudah tinggal di Jogja saja belum semua pantai dikunjungi. Ini menjadi lokasi wish list kalau ada masa liburan bersama anak-anak.
       Pantai Ngrenehan, Ginungkidul 

4. Makanan serba murah. Berapa harga termurah seporsi makanan di tempatmu? Di Jogja, dengan Rp.10.000 - Rp.20.000 saja sudah cukup kenyang. Apalagi kalau makan di angkringan. Angkringan yang selalu menyediakan gorengan dan nasi kucing (segenggam nasi dibungkus daun pisang dengan lauk oseng tempe atau sambal teri) itu menjadi ciri khas. Nongkrong sambil ngopi dan ngobrol akrab bersama teman menjadi ajang keakraban dan menjadi momen yang dirindukan. Maraknya angkringan ini menjadikan banyak pelaku bisnis mengemasnya dengan lebih keren. Mereka menyajikan angkringan dengan suasana rumah makan sederhana, tetapi tetap dengan menu angkringan. Tidak heran angkringan semacam ini menjadi alternatif tempat nongkrong yang murah dibandingkan dengan kafe.
Angkringan yang banyak ditemui di sudut-sudut kota Yogyakarta. Gambar dari Tribun Jogja.

Wedang rempah yang disajikan di Wedhangan Kafe. Jumlah rempahnya mencapai setelah tinggi gelas. Kalau airnya habis, boleh tambah air panas untuk diseduh lagi.

5. Naik Delman. Delman atau andong banyak tersebar di beberapa kawasan wisata. Dengan delman, kita akan diajak berkeliling menikmati kota. Tentunya akan mencipta kenangan tersendiri.

6. Warga lokal yang ramah. Hal ini lebih dibuktikan lagi oleh anakku yang sekarang kuliah di Surabaya. Dia merasakan perbedaan keramahtamahan orang Jogja. Jika merasa tersesat di jalan, orang Jogja akan dengan senang hati membantu untuk memberi petunjuk jalan. Senyum dan sapa ramah pun akan ditanggapi dengan ramah pula. Nah, gimana gak bikin rindu tuh? Kenyamanan lingkungan membuat orang akan rindu pulang ke Jogja.
7. Seni dan Budaya. Jogja sangat memanjakan penggiat seni dan budaya. Berbagai event seni dan budaya digelar dan menjadi agenda kegiatan kota jogja selama setahun. Kita bisa melihat agenda tersebut di media sosialnya Dinas Pariwisata Kota Jogja. Dari situ kita bisa mengikuti event yang akan digelar. Siapa tahu agendanya pas dengan tanggal liburan, bukan?

Kota yang nyaman ini sudah menjadi pilihan orang untuk menghabiskan masa pensiun dan disinilah tempatku pulang sekarang. Setidaknya Jogja dan Solo adalah kota yang cukup dekat. Dengan begitu, jika ingin bertemu kakak-kakak sepupu, aku masih bisa pulang balik dalam sehari. Aku sudah tidak lagi mempunyai istilah mudik. Tinggal menunggu saat menjadi tujuan mudik anak dan cucu kelak. 

Komentar

  1. Waaahhhh ... Teh Sari orang tua asli Solo nggih...
    Suamiku keturunan Eyang Tafsir Anom V. Penghulu atau imam masjid agung keraton. Keluarga besar sebagian tinggal di Kauman.

    ... aku sepekan liburan di Solo dan Yogya, bener banget itu andong dan malioboro bikin kangen.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Tapi karena lahir di Bandung, saya selalu bilang bahwa saya orang Solo yang lahir di Bandung

      Hapus
  2. Saya sesekali berkunjung ke Solo ketika kecil dulu, nyambangi rumah eyang. Pernah juga ditinggal sekitar seminggu atau sepuluh hari untuk berlibur di sana bareng salah seorang kakak, lalu sering diajak jalan sama eyang putri, beli serabi notosuman atau ke pasar. Autobisa bahasa Jawa ya, biarpun hanya sekedar 'tumbas... tumbas iki. sijine pinten?' lalu sok-sokan njawab, 'wong ewu' atau apalah, khas percakapan di pasar. Setelah liburan lewat, bahasa Jawa ikut bablass. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Iya, setelah saya lama tinggal di Jogja, ternyata saya pun lebih terbiasa berbahasa Indonesia daripada Jawa

      Hapus
  3. Tinggal di KPAD Gerlong berarti mungkin ngalamin proses perkembangannya Aagym dengan mesjid Darut Tauhid ya Mbak Sari?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oo iya. Orang tua Aa Gym tinggal di depan rumah saya. Lalu mereka pindah ke jalan Intendans, depan masjid At Taqwa Gerlong. Dari situ Aa Gym mulai berproses. Adik bungsunya seangkatan dengan saya.

      Hapus
  4. List yang membuat kangen Jogja sangat insightful, Mba Sari. Mator nuwon ya Teh Sari :)

    Saya setuju Mba, sekarang Malioboro nyaman banget untuk jalan kaki ya. Bersih dan harga-harganya sudah normal. Dulu jaman kecil sempat ramai para penjual di area Malioboro yang mark up harga yang di luar nurul ya. Alhamdulillah sekarang sudah gak gitu lagi, jadi makin menyenangkan exploring-nya. :)

    Saya belum kesampaian nih Mba poto di plang "JALAN MALIOBORO", antrinya itu lho. Padahal sudah pengen juga ehehehe *FOMO :D

    BalasHapus
  5. Hihi saya juga pernH teh naik angkot nyasar. Waktu itu dari depan BIP Mau pulang ke Dago. Langsung naik Kalapa-Dago. Harusnya saya nyeberang dulu ke depan gramedia. JadilH saya nemeni mang angkot ke st.kalapa sampai dia jalan lagi rutenya balik melewati jalan merdeka. Sempat ditanya mau kemana neng tapi saya malu2 jwb nya krn udah terlanjur nyasar jauh 😶‍🌫️

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cheese is The King, Chocolate is The Queen

Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog pada bulan Mei 2023 ini bertema tentang makanan favorit. Aku gak tahu harus mulai dari mana untuk berkisah tentang makanan favorit ku. Sejenak terbayang semua yang enak-enak yang pernah ku makan. Mulai dari jenis kue, biskuit, cake, roti, coklat, pasta, makanan dengan bahan baku daging sapi, daging ayam, ikan, dan makanan dengan bahan baku sayur-sayuran. Baiklah kita bahas satu per satu. 😊 Bakery dan Pastry Untuk jenis kue, ah kebetulan baru saja kita lebaran ya, kue kaasstengels menduduki urutan pertama. Sagu keju, nastar, dan kue kacang itu pun masuk dalam deretan favorit kue lebaran. Hmm, semua itu akan membuat berat badan kembali berat setelah berpuasa sebulan penuh.  Untuk jenis biskuit, aku tak bisa menolak tawaran biskuit coklat. Dulu, ketika SMP, aku selalu membeli biskuit dengan krim coklat di warung. Aku belajar dan mengerjakan PR sampai malam pun bisa betah di dalam kamar terus. Sampai ibuku heran dan baru paham kenapa aku

Mengenang Masa Kecil

Terkenang masa-masa kecilku Senangnya, aku s'lalu dimanja Apa yang kuminta selalu saja ada Dari mama, dari papa Cium pipiku dulu Saatku tiba berulang tahun Tak lupa hadiahku sepeda Ku pakai setelah selesai ku belajar Janji mama, janji papa Setelah kunaik kelas Ingin ku kembali Ke masa yang lalu Bahagianya dulu Waktu kecilku Ku dengar cerita Mama papa bilang Aku lincah lucu Waktu kecilku Aku suka bernyanyi. Lirik lagu Masa Kecilku itu memang membawa kita ke masa penuh kenangan. Masa kecil memang indah untuk dikenang. Yah, bagaimana tidak? PR dari sekolah tidak banyak. PR yang kusuka adalah PR menggambar. Satu-satunya buku bacaan anak adalah Bobo. Masih bebas main dengan teman sejak pulang sekolah sampai menjelang magrib. Mau main sendiri dengan boneka-boneka, main bola bekel, congklak pun asyik aja rasanya. Aku makin betah di rumah ketika bu De (kakak kandung ayahku) mengajariku membuat bunga dari kertas krep. Hal yang kuingat ketika menjelang sore adalah tukang bakso ya

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi