Langsung ke konten utama

Ngobrol Santai Hingga Deep Talk

Keluarga adalah tempat kita merasa nyaman untuk menjadi diri kita sendiri. Tempat untuk kita berharap dengan tulus atas segala dukungan hebat sehingga kita bisa lebih hebat lagi berperan di masyarakat. Itulah makna keluarga bagiku. 


Namun dengan kesibukan keseharian kita, kebersamaan bersama keluarga seringkali menjadi terlupakan. Kalau ku ingat masa kecilku dulu, makan malam dan ngobrol di ruang tengah setelahnya adalah masa yang selalu diikuti oleh seluruh anggota keluarga. 


Inti dari ngobrol itu adalah komunikasi antar anggota keluarga. Bapak dan ibu menjadi tahu kegiatan apa saja yang diikuti oleh anak-anaknya. Dari situ, mereka pun menjadi paham minat anak-anaknya. Saat itulah, bapak dan ibu memberikan nasihat baiknya kepada anak-anak.  

Ah, rindu sekali rasanya akan masa-masa itu. Jadi ingat bagaimana bapak bercerita sambil menasihati, dan aku duduk di sampingnya. 


Tentunya, pola kebiasaan itu pun menjadi gambaran besar yang ingin diterapkan dalam kehidupanku bersama keluargaku. Namun, ternyata tidak mudah. Kenyataannya aku menikah dengan orang yang tidak mudah berkomunikasi. Seringkali terjadi salah paham sementara aku bukanlah dukun yang bisa tahu tanpa diberi tahu. 


Selain itu, di era yang serba digital ini, kita dipaksa untuk beradaptasi dan menggeser kebiasaan ngobrol itu. 

Komunikasi sudah dipermudah dengan adanya telepon sehingga bertanya kabar pun bisa dilakukan secara jarak jauh. Tidak harus bertemu secara fisik. 


Teknologi semakin canggih saja dan, munculnya banyak aplikasi komunikasi, membuat kita bisa senantiasa berkomunikasi secara grup melalui tulisan maupun video. Untuk sesaat, hal tersebut menjadi solusi, terutama jika salah satu anggota sedang berada di luar kota.

Namun, lama kelamaan, ada yang dirasa hilang. 


Berkomunikasi melalui tulisan ternyata seringkali ada timbul salah paham, karena tulisan tidak memberi muatan emosi. Dengan begitu, tulisan bisa diartikan apa saja dan bisa jadi akan timbul salah paham. Dari beberapa pengalaman itu, ternyata hadir secara offline itu terasa punya makna yang lebih berarti. Ada kedekatan dan keleluasaan untuk menyampaikan pesan dengan lebih baik. 


Kondisi tersebut pun disadari oleh anak-anakku. Ketika ada kesempatan ngobrol, kami bisa ngobrol panjang dari hal ringan hingga hal serius. 


Hal ringan yang kami bicarakan bisa mengundang gelak tawa cekikikan. Sedangkan hal serius yang kami bicarakan bisa membuat kami saling mendengar masing-masing pendapat, sedikit berdebat, dan menyamakan persepsi untuk kami bisa tetap bersama sebagai keluarga. 

Wah, kedengarannya berat ya. 

Ya, seperti itulah. 


Topik pembicaraan kami bisa seputar resep masakan, film, atau yang sedang trending saat itu. Pernah anak sulungku bertanya soal lgbt, dan dia pun menyampaikan apa yang ia tahu serta bercerita bahwa ada temannya yang seperti itu. Pertanyaan pun muncul. 

"Kalau mereka meninggal, nanti di hadapan Allah, mereka gimana, ya?"

"Kalau Allah mencipta manusia hanya laki-laki dan perempuan, kok bisa mereka jadi seperti itu?"


Sungguh-sungguh pertanyaan yang memancing pembicaraan yang panjang, bukan? Sebagai orang tua, kita tidak bisa hanya bilang bahwa hal itu tidak boleh. Anak-anak membutuhkan penjelasan yang bisa diterima akal dan nalar mereka. 


Anak-anak sudah dewasa. Mereka pun kini punya hak pilih pada saat pemilu. Topik tentang kepemimpinan negara ini pun menjadi pembicaraan yang hangat meski kami sama-sama mengakui bahwa kami tidak suka bicara politik. Kami membahas seperlunya dan dilanjutkan dengan menyimak Mata Najwa atau obrolan para ahli saja melalui YouTube.


Semakin dewasa, anak-anak menemui masalah-masalah dan mereka perlu mendengar pendapat kita. Di saat seperti itulah, kita sebagai orang tua perlu keterbukaan dalam menyampaikan pendapat atau nasihat karena anak-anak sekarang sangat kritis. Ngobrol panjang itu menjadi deep talk antar anggota keluarga. Kadang aku dan salah satu anakku, berdua saja. Ngobrol sambil berbaring di tempat tidur. Tahu-tahu kami tertidur. 


Pernah suatu hari, setelah ngobrol panjang itu, aku lihat anakku posting semacam quote di Instagram story. Agak terkejut juga, sebab quote itu di tulis seolah rangkuman dari hasil obrolan kami. 


Tulisan ini kubuat untuk mengikuti Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog di bulan November 2023 ini, yang bertemakan kegiatan favorit bersama keluarga. 



                                                            
Dan berikut ini adalah penilaian dan penghargaan atas tulisan ini dari para juri mamah Gajah Ngeblog. Terima kasih para pembaca atas supportnya. Semoga tulisan-tulisan saya bisa menginspirasi baik bagi kta semua. Aamiin. 









Komentar

  1. Ngobrol jadi rutinitas favorit kami sampai saat ini. Berharap semoga bisa berlanjut sampai anak2 dewasa, seperti anak2nya mb dewi 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru nyadar salah tulis. Mbak Sari, maksudnya! Hahaha maafkan. Apa yang di kepala, beda sama yg diketik 🫣🙏 Meski Teh Dewi (siapa tau lewat dan baca 😁) memang juga jadi panutan 🤗

      Hapus
  2. Masyaallah ... 'Deep Talk' sebuah kegiatan yang sarat makna ya teh Sari. Kalau anak-anakku senangnya sambil pating kruntel di satu ranjang ... biasanya ranjangku favorit mereka untuk ngobrol. Kalau liburan bareng juga, sudah dipesankan kamar tetap aja ada sesi seranjang berlima. Ha3 ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu, pating kruntel seperti itu juga. Cuma saya bingung padanan dalam bahasa Indonesianya apa hahahaha

      Hapus
  3. Teh Sari, betul sekali teh. Saya setuju, meskipun metode komunikasi jaman sekarang sudah berevolusi lebih cepat dan praktis dengan media elektronik, tapi ngobrol ketemu langsung rasanya lebih content dan 'manusiawi'. Emoji di HP tidak bisa mengalahkan ekspresi asli wajah tiap orang ya Mba ehehe.

    Insha Allah, semoga sampai kapanpun, bocah saya, juga tetap mau deep talk sama saya. Seperti halnya Teh Sari dengan ketiga putri cantiknya. ❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Uril sudah mampir. Iya, ngobrol langsung meman lebih jelas dan menghilangkan kesalahpahaman.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi ...

Menulis Lagi

Gabung dengan berbagai komunitas itu membuat kita terlibat dengan banyak ragam aktifitas dan  memunculkan ide untuk aktifitas positif baru.  Salah satu komunitas yang kuikuti di facebook ialah ITB Motherhood, suatu group mamah-mamah alumni Institut Gajah di Bandung. Tidak terlalu aktif di dalam group tersebut, tapi kalau ada konten menarik bisa jadi akan urun komentar atau benar-benar akan terlibat di dalamnya.  Suatu malam, menjelang istirahat kusempatkan buka hp dan sesaat berhenti di suatu postingan tentang menulis di blog. Hmmmm menarik.  Ku buka blog ku ini.. ah , ternyata sudah sangat lama tak menulis disini meski kegiatan menulis masih saja berlanjut, tapi menulis di media lain.  Ku pikir, ini aktifitas yang bagus untuk menantang diri ku sendiri untuk disiplin menulis, dan juga melatih kemampuan ku dalam hal menulis.  Kalau kuingat mengapa dulu ingin punya blog adalah ingin punya tempat untuk curhat. Semacam diary pribadi yang biasanya menjadi rahasi...

Melanjutkan Pendidikan dengan Minat

Masa SD hingga SMA Ketika SD, ada kebiasaan kami untuk bertukar biodata. Kebiasaan tersebut menjadi sesuatu yang penting ketika menjelang kelulusan SD, karena, bisa jadi, kami tidak bertemu lagi di pendidikan selanjutnya. Bisa karena tidak satu sekolah yang sama atau pindah keluar kota. Salah satu point yang harus diisi adalah cita-cita.  Saat berusia 12 tahun, aku masih bingung untuk menetapkan cita-cita apa yang ingin ku raih. Karena itu, aku mengikuti pilihan teman-teman ku yang kebanyakan memilih sebagai insinyur pertanian, meski aku tak tahu bagaimana dan apa yang harus aku lakukan untuk meraihnya selain rajin belajar.  Ketika SMP, perhatian ku lebih banyak ke kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka, OSIS, dan pelajaran keterampilan pilihan yang bisa berganti-ganti di setiap semesternya. Hal itu membuat wawasan dan keterampilan ku menjadi beraneka di bidang bahasa, olah raga dan seni. Sementara minat khusus yang berhubungan dengan mata pelajaran belum muncul. Sekolah ku...