Aku ingat ketika masa SMA dulu, temanku mengomentari perihal peribahasa dengan lucu. Diam itu emas. Peribahasa itu berarti diam itu jauh lebih baik daripada banyak bicara yang bisa mencelakakan. Namun temanku itu mengartikannya berbeda. Katanya diam itu emas karena memiliki gigi emas. Itu berarti gigi palsu. Kami tertawa geli mendengar komentarnya itu. Tapi ... Kita kembali pada makna yang sebenarnya, diam itu memang benar lebih selamat daripada (banyak) bicara yang bisa mencelakaan diri sendiri. Ini kualami baru saja. Aku berada di kondisi tidak benar-benar sehat. Terasa sekali tekanan darah sedang di level tidak normal sehingga aku menolak membahas suatu perkara saat itu. Namun ternyata kondisi tersebut tidak dipahami dengan baik. Ya, salah paham. Yang bersangkutan malah marah karena menilai aku tak mengerti kondisinya. Salah paham yang diperkuat dengan emosi. Jadilah emosi yang tidak semestinya hadir. Aku mengalah. Aku diam dan memilih menyingkir. Entah ...
Untuk Sebuah Nama beberapa tahun lalu, aku sudah merasakan akan kehadiranmu, namun tak kujumpai secara nyata jejakmu, tapi rasa itu begitu kuat atas keberadaanmu. bertahun telah berlalu, aku tak peduli apakah kau manusia atau hantu, tak kubiarkan jiwa ragaku terjebak dalam bayang-bayang dirimu, aku memilih untuk bergerak maju bersama waktu. prahara yang ia tinggalkan telah memecahkan kristal berharga kami, di sini aku terluka karena serpihan pecahannya, sementara kau nikmati segala bahagia yang mestinya milik kami, sementara pedih perih luka itu dibiarkannya menganga. bertahun kemudian, ketika luka sembuh sebagian, ada luka yang tak juga kunjung sembuh, justru dinikmati dan dinanti saat kambuh. Sakit, ya… aku tahu. Itu memang sakit. betapa aku tak boleh mengaduh, dan aku harus tetap menggenggam kristal pecah itu, sementara prahara pun bertumbuh, serpihan pecahan pun makin merasuk serasa membunuh. hingga kau tersebut diantara amarah, dan aku pun teryakinkan bahwa kau bu...