Di pelataran masjid Salman, Mira tampak panik. Dompetnya tak ditemukan di dalam tasnya. Tangannya masih sibuk membongkar isi tasnya. Ani yang baru saja selesai salat dzuhur melihat Mira dengan heran.
“Nyari apa? Kok sampe dikeluarin semua gitu?”
“Dompetku gak ada, Ni!” seru Mira panik. “Ya ampun. Gimana ini? Gak bisa beli makan dong. Terus, nanti aku pulang, bayar angkotnya gimana?”
“Udah, dicari yang bener dulu…. Salah nyimpen, kali,” ujar Ani.
“Kamu lihat sendiri, kan. Ini tasku udah kukosongin ….” Jelas Mira sambil menunjukkan tasnya yang sudah dikosongkan.
“Ani, boleh aku pinjam uangmu dulu? Setidaknya untuk aku makan siang dan transport pulang.” Kata Mira dengan memelas.
“Iya, iya. Boleh kok.” Jawab Ani sambil mengeluarkan selembar uang berwarna hijau dari dompetnya.
“Makasih, ya,” ucap Mira sambil memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam tas. Namun, pikiran Mira tak kemudian menjadi benar-benar tenang. “Ya, ampun. Dalam dompetku itu, ada KTP, KTM, kartu Perpus Pusat, kartu Perpus Jurusan, …. Ya Allah,” kata Mira penuh gelisah.
“Ya Allah, …. Jangan-jangan, dompetmu hilang di tempat wudlu, kali ya?” duga Ani mengingat banyak kasus kehilangan yang terjadi di tempat wudlu dan toilet wanita. “Coba kita cek ke sana. Siapa tahu jatuh di sana.” Ajak Ani yang langsung diikuti Mira bergegas menuju toilet dan tempat wudlu wanita.
Mereka mencari ke setiap sudut tetapi dompet itu tak ditemukan juga. Mereka pun keluar dari toilet dan duduk di dekat penitipan sepatu. Mira terduduk lemas. Ani merasa iba melihatnya.
“Okelah uangnya hilang. Tapi segala kartu-kartu itu. Ya Allah, itu bener-bener perlu waktu untuk mengurusnya, kan,” kata Mira dengan wajah sedih dan bingung.
“Yah. Sabar, ya! Diurus satu per satu aja. Yang penting KTM dulu, sebab itu untuk ujian kan.” Ani mencoba menghibur dan menenangkan hati sahabatnya itu.
*****
Sabtu pagi, Mira bergegas ke kantor BAAK untuk melaporkan kehilangan KTMnya. Ia bersyukur, pihak BAAK bersedia mencetak kembali KTMnya hanya dengan mengisi form dan menyerahkan foto berukuran 2x3 saja. Demikian pula dengan kartu Perpustakaan Jurusan. Untungnya, Ia tidak sedang meminjam buku apapun. Jadi, kartu perpustakaan itu bisa segera diperoleh dengan cepat.
Hari sudah siang, ia berniat menyelesaikan segala urusan yang selayaknya nyawa bagi mahasiswa ITB itu.
"Mir, mau ke mana?" tanya Ani yang melihatnya keluar dari Perpustakaan Jurusan.
"Ke Perpus Pusat,"
"Gimana? Sudah selesai urusan kartu-kartu yang hilang?" tanya Ani setelah berdiri di dekatnya.
"Alhamdulillah. KTM dan kartu Perpus Jurusan udah beres. Tinggal ke Perpus Pusat, nih. Temenin, yuk?" pinta Mira memohon.
"Ya ayok aja," jawab Ani yang kemudian berjalan beriringan dengan Mira.
Foto dari Twitter @ITBlibrary
Tiba di Perpustakaan Pusat, mereka langsung menemui petugas. Mira menyampaikan perihal kehilangan kartu Perpustakaan Pusat dan petugas itu pun mengeluarkan sebuah kertas berisi datar seluruh Perpustakaan Jurusan yang ada di Kampus Gajah itu.
“Minta cap ke semua Perpustakaan Jurusan sesuai lembar itu, ya. Nanti kalau sudah semua, bisa langsung diserahkan ke sini.” Petugas itu memberi penjelasan yang cukup jelas. Namun hal itu membuat Mira dan Ani terbengong-bengong memandangi selembar kertas itu. Mereka pun saling pandang, seolah tak percaya apa yang harus dilakukan.
“O, baik, Pak. Terima kasih.” Ucap Mira. Mira menarik tangan Ani untuk segera keluar dari situ.
Setelah keluar dari pintu Perpustakaan,
“Ni, kalau gini caranya, ini sih sama aja aku di ospek sama Perpus, nih!” seru Mira.
“Ah, gila, Mir. Harus keliling kampus, dong!” ujar Ani tak percaya.“Ya udah. Balik ke jurusan Kimia dulu aja, terus ke Farmasi. Yang deket-deket dulu deh.” Saran Ani kemudian.
*****
‘Sekarang, tinggal jurusan Timur Jauh deh,’ pikirnya. Saat seperti itu, Mira sangat membutuhkan teman. Namun sejak pagi, Mira tak juga melihat batang hidung sahabatnya itu. Mau tak mau, ia harus mengerjakannya tanpa ditemani Ani ke jurusan yang penuh dengan pria itu.
Jurusan Geologi dan Perminyakan ternyata tidak menyeramkan seperti bayangannya. Kehadirannya menuju perpustakaan jurusan di sana tidak terlalu memancing keisengan mahasiswa di sana.
Mira pun melanjutkan perjalanannya menuju perpustakaan jurusan Pertambangan. Ia pun bertanya dengan salah satu mahasiswa berjaket merah. Mahasiswa itupun memberi petunjuk di mana lokasi perpustakaan yang dimaksud.
“Masuk saja lewat pintu itu, nanti ada tangga turun ke lab. Ruang perpustakaannya ada di sebelah pojok timur.” Kata mahasiswa itu.
“Oh ya. Makasih, ya.” Ucap Mira yang kemudian berlalu mengikuti arah yang ditunjukkan tadi.
Beberapa mahasiswa berjaket merah tengah mengobrol di depan pintu masuk itu.
“Permisi,” ucapnya pada mahasiswa yang menutupi jalan masuk. Mahasiswa itu pun beringsut. Namun pandang mata mereka menatap heran melihat ada mahasiswi dari jurusan lain di situ.
Sebuah tangga menurun seperti yang dikatakan mahasiswa tadi sudah ada di depannya. Letak perpustakaan itu pun tampak dari atas tangga. Sebuah ruangan sebesar kurang lebih 4x6 meter yang penuh dengan buku. Mira segera menuruni anak tangga itu. Sesampainya di anak tangga terakhir, terdengar suara yang membuatnya sangat tidak nyaman.
“Hey, ada cewek!” Seru suara itu. Seketika banyak pasang mata memandanginya berjalan menuju perpustakaan. Mira pun tak bisa pungkiri bahwa langkahnya sudah seperti orang salah tingkah. Mira merasa kakinya sudah tak menapak bumi. Ia berjalan menunduk dan tak sanggup menantang banyak tatapan itu.
‘Ah, sial. Nyesel deh datang ke sini sendirian!’ Gerutunya dalam hati. Jantungnya mendadak berdegup lebih cepat karena rasa takut dan risih.
“Pak, Saya mau minta cap perpustakaan di lembar ini,” kata Mira pada petugas itu. Untungnya, petugas itu langsung memberikan capnya tanpa banyak tanya. “Terima kasih, pak. Permisi.” Ucap Mira kemudian dan langsung balik badan. Seandainya bisa menghilang, ia ingin rasanya segera lenyap dari ruangan itu. Perjalanan keluar Laboratorium itu yang disusul dengan menaiki tangga dan belum lepas dari pandangan yang menatapnya seolah alien.
‘Padahal aku berkulit gelap, dekil, lusuh begini saja, reaksi mereka seperti itu. Apalagi yang bening dan wangi, ya?’ Pikir Mira keheranan.
“Eh, ada cewek!” Terdengar lagi suara lain dengan kata-kata yang sama.
‘Ah, kalian ini, seperti tidak pernah lihat perempuan saja. Lalu kalian lahir dari mana?’ Gerutu Mira dalam hati. Ya, hanya di dalam hati karena kenyataannya adalah langkahnya dipercepat untuk segera keluar dari ruangan itu. Langkahnya cepat menuju tujuan berikutnya, jurusan Teknik Industri, Matematika dan Astronomi.
Debar jantungnya belum juga selesai, sehingga langkahnya membelok ke taman di depan Perpustakaan Pusat. Bangku taman itu kosong. Mira duduk dan menenangkan hatinya setelah merasa tidak nyaman dengan panggilan dan tatapan yang mengganggu tadi.
Angin semilir menenangkan detak jantungnya perlahan-lahan. Kemudian, ia kuatkan hati untuk menyelesaikan pekerjaan tambahan itu. Ia bangkit dan berjalan menuju barat. Tiga jurusan ada dalam satu gedung itu memudahkan baginya. Kemudian ia lanjutkan ke jurusan Mesin.
Tak disangka, ia berjumpa dengan Deni. Tetangga dan sekaligus teman ketika di SMP.
“Deni,” sapa Mira demi melihat Deni bersama dua temannya yang berjaket biru itu.
“Hey, Mir. Kok kamu di sini?” Deni bertanya heran.
“Perpustakaan jurusan Mesin di mana, ya?” tanya Mira tanpa basa-basi.
“Mau apa?”
“Ini, aku lagi ngurus untuk kartu Perpus Pusat-ku hilang. Aku harus isi dengan cap seluruh perpustakaan jurusan,” sahut Mira menjelaskan sambil menunjukkan lembar cap Perpus Pusat.
“Ya, Allah. Kasihan amat.” Ujar Deni. “Kamu ke sana saja, setelah gedung itu, belok kiri. Nanti ada ruangan bertuliskan Perpustakaan. Nah, di situ.”
“Oke, makasih, ya. Aku langsung ke sana, ya,”
“Ya,” sahut Deni.
Mira berlalu menuju arah yang ditunjukkan Deni. Namun masih bisa terdengar olehnya ketika teman Deni bertanya, “Siapa itu, Den?”
“Teman SMP gua.” Jawab Deni.
Setibanya di depan pintu perpustakaan, ada sedikit ragu yang menyergap hati Mira. Ia bisa melihat dari luar jendela, ruangan itu penuh dengan mahasiswa yang sedang belajar, mencari buku, dan sedang antri untuk meminjam buku.
‘Fokus! Ayo, Mira. Fokus!’ Ujarnya menyemangati diri sendiri. Kakinya pun melangkah mantap menuju meja petugas perpustakaan. Mira melihat pengunjung perpustakaan itu tampak serius dan seolah tak menyadari kehadirannya. Namun, ia harus bersabar menunggu karena ada antrian mahasiswa yang akan meminjam buku.
Sesaat menunggu, seorang mahasiwa yang antri untuk meminjam buku itu memandangi Mira sambil senyum-senyum sendiri. Mira membuang muka dan bersikap seolah tak tahu, hingga petugas menghampirinya. Ia bersyukur petugas itu tidak mempersulitnya. Dengan begitu, ia bisa segera keluar dari ruangan itu.
Mira mulai merasa lelah dan haus setelah berkeliling kampus. Ia menuju kantin GKU barat dan memesan es jeruk.
“Hey, Mir. Sendiri aja, nih?” Tiba-tiba terdengar suara Ani menyapanya.
“Hey. Kamu ke mana saja, sih? Aku tuh nyariin kamu dari tadi,” sahut Mira dengan wajah memelas.
“Lho, emangnya kenapa?”
“Aku butuh kamu temenin, sih, ke beberapa jurusan lagi,”
“Sorry, dari pagi aku ada kegiatan unit. Gimana gimana? ” kata Ani serius.
“Ya, ini sedang aku kerjakan. Kamu tahu, Ni. Hari ini, aku kira yang akan dapet gangguan itu di jurusan Mesin, ternyata malah jurusan Tambang. Ya ampun. Aku sebel rasanya, Ni!”
“Oh no. Iya, sih. Sebel kalau digangguin begitu. Kayak kita ini apaan aja,” sahut Ani ikut merasa kesal . “Eh, tapi sorry banget, ya. Aku enggak bisa nemenin kamu.” Ani benar-benar menunjukkan rasa bersalahnya.
“Iya. Udah, deh. Gak apa kok. Semoga hari ini semuanya kelar.” Ucap Mira memaklumi kesibukan sahabatnya di Unit Kegiatan.
“Oke…. Ya, ini memang jadi pelajaran buat kita, ya. Jangan sampai kehilangan kartu Perpus Pusat.” Kata Ani kemudian. Mira mengangguk menyetujui hal itu.
*****
Cerpen ini dibuat untuk mengikuti Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan Maret 2022 dengan tema fiksi berunsur ITB.
Eh... kirain Deni bakal bantu, nemenin atau bahkan sekalian mintain cap ke petugas perpus. Atau ternyata yang nyeletuk, "Eh... aca cewek." ternyata mereka saling kenal. Ayo, bikin sekuelnya. ;)
BalasHapusMba Sari, cerpennya sederhana tapi seruuu. Momen kehilangan kartu perpustakaan atau KTM dan sejenisnya, kadang dialami mahasiswa.
BalasHapusPelajaran berharga niy ya Mba buat adik-adik mahasiswa, sebisa mungkin jangan sampai deh hal tersebut kejadian, riweh bin repot ngurusinnya.
Hhmm, anak-anak Tambang di sini bikin ngelus dada ya. Impolite-nya itu lho. :( Melakukan pelecehan ini namanya :(
Catcalling jelas bukanlah hal yang baik; sudah merupakan bentuk tindakan patriarki yang tidak terpuji.
Mba Sari, aku jadi ingat waktu wisudaan harus keliling perpus juga minta cap bebas pinjam, itu agak ngeselin sih emang hehe
BalasHapusKebayang teh rasanya gimana itu masuk jurusan dominan cowok-cowok, hihihi.
BalasHapusKalo aku pasti udah nyerah kalo harus nyari stempel semua jurusan, heuuu...
Ngalamin nih pernah kehilangan dompet lengkap dengan kartu-kartunya pas masih mahasiswa. Tapi untungnya kartu perpustakaan nggak dibawa-bawa di dompet. Lumayan PR ya ternyata ngurusnya kalau hilang.
BalasHapussaya pernah denger isu kalau kartu perpus pusat ilang, harus minta cap dr semua perpus jurusan, makanya walau ga pernah pinjem ke perpus pusat, kartunya tetap dijaga ga ilang wkwkwk
BalasHapusAku pernah dengar isu tentang kehilangan kartu perpus pusat harus minta cap dari semua perpus jurusan, tapi ga kebayang kalau beneran harus melakukannya. Wuih tapi lumayan jadi kunjungan ke seluruh jurusan ya teh
BalasHapus