Langsung ke konten utama

Hujan di Masa Pandemi (4)

Obat batuk yang diberi Ibu tidak benar-benar menyembuhkan sakit yang diderita Aira. Bangun tidur pagi itu, Aira merasakan hidungnya tersumbat dan pilek yang mengganggu pernapasannya. Ibu makin cemas. Suara batuk Aira terdengar makin mengkhawatirkan. Ibu pun mulai waspada dengan kesehatannya sendiri dan anggota keluarga yang lain. 

“Bu, kok Aira jadi pilek, ini. Obat yang dari ibu itu sudah habis.” Berkata Aira pada Ibu dengan suara yang parau. 
“Lah, kamu kemarin kehujanan, kan? Padahal kemarin aja masih batuk. Kesehatanmu belum sehat betul, malah ketambahan dengan kehujanan,” ujar ibu. 
“Ya, habis bagaimana, dong? Kemarin kalau tunggu hujan reda, Aira bisa pulang kemaleman. Sekarang aja masih gerimis gini,” jawab Aira beralasan. Dilihatnya langit masih tampak putih seperti kemarin sore. Hujan sejak kemarin belum juga selesai, seolah membayar hutang kepada bumi yang kepanasan dan kekeringan.
“Mungkin kamu perlu antibiotik, Ra,” ujar Ibu sambil berpikir.“tapi antibiotik hanya bisa dibeli dengan resep dokter.” Penjelasan Ibu pun disambut Aira dengan batuk-batuk.
“Nanti sore mau ke dokter?”
“Tapi kondisi pandemi begini, apa ada dokter yang mau terima pasien dengan gejala seperti covid begini, Bu?” tanya Aira bimbang.
“Hmm … iya juga, ya.” Ibu pun mulai bimbang dan berpikir bagaimana baiknya. “Coba ibu tanya teman Ibu yang dokter, ya.” ujar ibu sambil meraih gawainya di atas meja makan. Ibu berusaha untuk menghubungi dr. Puri, seorang dokter yang dikenalnya setahun lalu melalui seminar kesehatan di Kelurahan.

“Selamat siang, Dokter Puri. Ini Bu Rania. Saya mau tanya nih, Dok.”
“Selamat siang, Bu Rania. Iya Bu, mau tanya apa?”
“Anak saya sakit batuk pilek, sudah minum obat batuk seminggu ini, tapi belum sembuh juga. Saya pikir, dia perlu antibiotik. Tapi kok jadi dilema ya, Dok. Antibiotik ‘kan hanya bisa dibeli dengan resep dokter, tapi dengan kondisi pandemi begini, ‘kan enggak ada dokter THT yang mau terima pasien dengan sakit batuk pilek begitu?”
“Coba periksa ke dokter puskesmas saja, Bu.”
“O, mereka mau terima, ya, Dok?”
“Ya mau dong, Bu. Semoga lekas sembuh, ya.”
“Terima kasih, ya, Dokter Puri.”
“Sama-sama.”

Selama ini, Ibu selalu membawa keluarga yang sakit langsung ke rumah sakit dan menggunakan fasilitas dari asuransi. Kali ini, Ibu menjadi bingung. Di manakah puskesmas terdekat yang bisa didatangi? Apakah fasilitas asuransinya bisa digunakan di puskesmas?Ibu terdiam dan mencoba memikirkan cara terbaik untuk menyembuhkan Aira. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis Lagi

Gabung dengan berbagai komunitas itu membuat kita terlibat dengan banyak ragam aktifitas dan  memunculkan ide untuk aktifitas positif baru.  Salah satu komunitas yang kuikuti di facebook ialah ITB Motherhood, suatu group mamah-mamah alumni Institut Gajah di Bandung. Tidak terlalu aktif di dalam group tersebut, tapi kalau ada konten menarik bisa jadi akan urun komentar atau benar-benar akan terlibat di dalamnya.  Suatu malam, menjelang istirahat kusempatkan buka hp dan sesaat berhenti di suatu postingan tentang menulis di blog. Hmmmm menarik.  Ku buka blog ku ini.. ah , ternyata sudah sangat lama tak menulis disini meski kegiatan menulis masih saja berlanjut, tapi menulis di media lain.  Ku pikir, ini aktifitas yang bagus untuk menantang diri ku sendiri untuk disiplin menulis, dan juga melatih kemampuan ku dalam hal menulis.  Kalau kuingat mengapa dulu ingin punya blog adalah ingin punya tempat untuk curhat. Semacam diary pribadi yang biasanya menjadi rahasi...

Sebuah Kenyataan

 Untuk Sebuah Nama beberapa tahun lalu, aku sudah merasakan akan kehadiranmu, namun tak kujumpai secara nyata jejakmu, tapi rasa itu begitu kuat atas keberadaanmu. bertahun telah berlalu, aku tak peduli apakah kau manusia atau hantu, tak kubiarkan jiwa ragaku terjebak dalam bayang-bayang dirimu, aku memilih untuk bergerak maju bersama waktu. prahara yang ia tinggalkan telah memecahkan kristal berharga kami, di sini aku terluka karena serpihan pecahannya, sementara kau nikmati segala bahagia yang mestinya milik kami, sementara pedih perih luka itu dibiarkannya menganga. bertahun kemudian,  ketika luka sembuh sebagian, ada luka yang tak juga kunjung sembuh, justru dinikmati dan dinanti saat kambuh. Sakit, ya… aku tahu. Itu memang sakit.  betapa aku tak boleh mengaduh, dan aku harus tetap menggenggam kristal pecah itu, sementara prahara pun bertumbuh, serpihan pecahan pun makin merasuk serasa membunuh. hingga kau tersebut diantara amarah, dan aku pun teryakinkan bahwa kau bu...

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi ...