Langsung ke konten utama

Hujan di Masa Pandemi (3)

Tak terasa, hari sudah menjelang siang. Pekerjaan yang harus diselesaikan belum juga selesai. Panas terik matahari terlihat dari jendela ruang kerjanya. Aira masih fokus menatap layar monitor laptopnya, menyunting beberapa redaksi sambil berkoordinasi dengan tim kerjanya. 
Tiba-tiba saja, suasana ruang kerjanya menggelap. Lampu-lampu neon di seluruh ruang kerja masih menyala, tetapi suasananya tidak seterang sebelumnya. Dari jendela yang bening tanpa tirai itu, tampak jelas awan gelap yang bergerak dengan cepat menutupi matahari. Perlahan tapi pasti, hujan rintik-rintik kemudian berubah menjadi hujan deras membasahi bumi yang kekeringan. Dari jendela lantai tiga tempat Aira bekerja, terlihat para pengendara motor menepi untuk menggunakan jas hujan. Namun, banyak pula yang memutuskan berteduh di teras toko-toko.
Aira menghela nafas panjang. Ia berharap hujan segera reda dan ia bisa pulang tanpa kehujanan. Ia pun kembali mengerjakan pekerjaannya sambil menunggu redanya hujan. 
Satu jam kemudian, pekerjaannya sudah selesai dan ia bisa pulang lebih cepat. Namun, hujan belum juga reda. Langit tak segelap tadi, tetapi tampak putih merata di sepanjang mata memandang. Orang bilang, hujan dengan langit putih seperti itu akan sangat lama redanya. Aira pun memutuskan untuk pulang dengan menggunakan jas hujannya. 
Seperti biasa, jalanan menjadi lebih terasa macet kalau ada hujan. Tangan dan kaki Aira sudah basah dan kedinginan. Sesekali ia terbatuk-batuk karena tenggorokannya kembali terasa gatal. Ia sudah sangat merindukan rumah dan meringkuk di dalam kamarnya yang hangat.
Sesampainya di rumah, ibu telah menunggu dengan cemas di teras rumah. Ibu mengawasi Aira yang menggigil kedinginan masuk ke dalam rumah.
“Segera mandi, Ra. Pakai air panas, nih!” Perintah ibu sambil menunjuk ceret panas di dapur. Aira menjawab dengan beberapa kali bersin sambil menuju dapur dan mengambil ceret panas itu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi ...

Jelajah Dunia Kopi

Oktober datang, musim pun berganti menjelang. Angin berbisik lebih dingin, Menarik awan menggumpal tebal, Sebentar saja hujan pun tumpah, Gerimis hingga menderas, Nyamannya meringkuk dengan secangkir kopi panas. Awal bulan Oktober, grup MGN bukan hanya mengumumkan hasil tantangan bulan September, tetapi juga menyampaikan kabar tantangan bulan Oktober. Wah, kok tepat dengan suasana hujan dan ngopi sore ini. MGN menetapkan Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober dengan tema Mamah dan Kopi. Hmm… mataku langsung melirik pada cangkir kopi di meja. Pikiran pun mengembara ke berbagai pengalaman tentang kopi yang pernah kucicipi.  Masa SMA adalah awal aku mencicipi kopi dan menjadi teman mengerjakan tugas sampai tengah malam. Namun suatu hari, ibuku melihatku minum kopi dan berkomentar bahwa lebih baik minum coklat panas daripada kopi. Hal itu karena coklat bisa menguatkan jantung, sedangkan kopi membuat jantung tidak sehat. Saat itu belum ada Google untuk mencari...

Kreatif dengan Memanfaatkan Apa yang Ada di Sekitar

Hidup ini memang harus kita jalani apapun yang terjadi. Tidak mungkin kan, hidup harus di hentikan sesaat hanya karena apa yang harus kita jalani menemui kebuntuan. Selagi hidup masih berlangsung, kita masih perlu makan, minum, mandi, dan lain-lain. Setidaknya, kita masih perlu akan kebutuhan dasar. Oleh karena itulah, kita harus kreatif untuk mencari jawaban atas kebuntuan yang bisa jadi kita temui dalam hidup.  Kalau kita mengikuti kegiatan pramuka, tentu kita diajarkan tentang bertahan hidup dengan peralatan yang minim. Belajar hidup sederhana dan bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Dari situ, seorang pramuka akan siap menghadapi kondisi hidup sulit sekalipun.  Namun ternyata, kondisi tersebut pun dialami oleh anak-anak yang tinggal di pondok pesantren. Anak saya yang kedua telah memilih untuk melanjutkan sekolah tahap SMP nya di Pondok Pesantren Assalam Solo. Betapa suatu pilihan yang sulit bagi saya waktu itu, karena, dengan begitu, saya tidak lagi melihatnya bangu...