Hujan deras kembali turun membasahi bumi. Ibu menutup seluruh jendela agar udara di dalam rumah tidak semakin dingin. Dilihatnya Aira yang sedang mengerjakan pekerjaannya sembari menutupi dirinya dengan selimut di tempat tidur. Tempat sampah di samping tempat tidurnya sudah hampir penuh dengan tissue yang terkena lendir hidung dan dahaknya. Ibu menghela nafas dalam melihat putrinya yang belum juga sehat.
“Ra, nanti sore, ibu coba cari obat batuk lain, ya. Siapa tahu ada yang lebih ampuh,” ujar ibu. Aira mengangguk sambil menyusut hidungnya. “Kalau capek, istirahat, Ra. Jangan diforsir tenaganya.” Ibu berusaha menasihati Aira yang masih juga sibuk dengan pekerjaannya.
“Ya, habis bagaimana dong? Kalau kerjaan hari ini enggak selesai, bisa numpuk besok-besoknya,” jelas Aira dengan suara sengau.
Sore hari, hujan sedikit mereda. Ibu bergegas pergi ke apotik. Di Apotik, ibu mencoba peruntungan untuk membeli antibiotik secara bebas. Namun percuma, petugas apotik tidak bisa mengeluarkan antibiotik tanpa resep dokter. Ibu hanya bisa membeli obat batuk pilek yang memberi efek tidur.
“Tak apalah. Besok ‘kan weekend. Aira pastinya libur dari kerjaannya. Dia bisa minum obat ini dan bisa istirahat dengan baik untuk kesembuhannya,” pikir ibu. Ibu pun tak lupa memberi multivitamin untuk seluruh keluarga.
Sepulang dari apotik, Ibu langsung membersihkan diri terlebih dahulu. Ibu tidak ingin kekhawatirannya tentang covid menimpa keluarganya. Pandemi covid telah melatih semua orang untuk waspada dan lebih mengutamakan kebersihan demi kesehatan.
“Ibu sudah bersih-bersih?” tanya Aira begitu melihat ibu muncul dari dapur.
“Sudah. Itu … obat batukmu. Tadi, ibu sudah belikan dengan multi vitamin juga.” Ibu berkata sambil menunjuk bungkusan obat di atas meja makan. “Selama ini, kamu enggak merasa demam, ‘kan?” tanya ibu melanjutkan.
“Enggak sih, bu. Kenapa, bu? Takut covid, ya?” tanya Aira seolah membaca kekhawatiran ibu.
“Ya … mau gak mau ada rasa khawatir sih, Ra. Tapi semoga enggak ya. Semoga kita semua sehat-sehat aja.” Ibu berharap semuanya dalam keadaan baik-baik saja.
“Aamiin.” kata Aira mengaminkan harapan ibu.
“Eh, bentar. Kok sudah ada bau kue matang ini…” kata ibu tiba-tiba teringat panggangan kuenya karena ada aroma dari dapur. Ibu bergegas ke dapur. Sementara Aira keheranan dengan bau yang dimaksud ibu. Aira mencoba mengendus-endus bau kue di udara.
“Kok Aira nggak mencium bau apa-apa, Bu?” tanya Aira. Hidung mungilnya mengendus-endus mencari sumber bau yang dimaksud ibu. “Bu … bu … Aira enggak bisa mencium bau apa-apa ini.” Suara Aira terdengar agak panik. Ia kemudian bergegas pergi ke kamarnya untuk menyemprotkan parfum di punggung tangannya. Ia coba mencium aroma parfumnya, tapi ia tak juga mencium aromanya.
Ibu yang berada di dapur menjadi sedikit gelisah mendengar kepanikan Aira. Namun, ibu mencoba untuk tetap tenang dan melihat kemungkinan lain penyebab hilangnya penciuman Aira.
“Ibu yakin enggak kenapa-kenapa, Ra. Kamu kan sedang pilek. Kerjamu lebih sering di rumah juga, ‘kan? Lagi pula sudah vaksin dua kali. Ibu yakin itu karena kamu pilek, hidungmu agak iritasi.” Ibu benar-benar berusaha menenangkan Aira yang sudah panik.
Komentar
Posting Komentar