Langsung ke konten utama

Hujan di Masa Pandemi (5)

Hujan deras kembali turun membasahi bumi. Ibu menutup seluruh jendela agar udara di dalam rumah tidak semakin dingin. Dilihatnya Aira yang sedang mengerjakan pekerjaannya sembari menutupi dirinya dengan selimut di tempat tidur. Tempat sampah di samping tempat tidurnya sudah hampir penuh dengan tissue yang terkena lendir hidung dan dahaknya. Ibu menghela nafas dalam melihat putrinya yang belum juga sehat. 

“Ra, nanti sore, ibu coba cari obat batuk lain, ya. Siapa tahu ada yang lebih ampuh,” ujar ibu. Aira mengangguk sambil menyusut hidungnya. “Kalau capek, istirahat, Ra. Jangan diforsir tenaganya.” Ibu berusaha menasihati Aira yang masih juga sibuk dengan pekerjaannya.
“Ya, habis bagaimana dong? Kalau kerjaan hari ini enggak selesai, bisa numpuk besok-besoknya,” jelas Aira dengan suara sengau.  

Sore hari, hujan sedikit mereda. Ibu bergegas pergi ke apotik. Di Apotik, ibu mencoba peruntungan untuk membeli antibiotik secara bebas. Namun percuma, petugas apotik tidak bisa mengeluarkan antibiotik tanpa resep dokter. Ibu hanya bisa membeli obat batuk pilek yang memberi efek tidur. 
“Tak apalah. Besok ‘kan weekend. Aira pastinya libur dari kerjaannya. Dia bisa minum obat ini dan bisa istirahat dengan baik untuk kesembuhannya,” pikir ibu. Ibu pun tak lupa memberi multivitamin untuk seluruh keluarga. 

Sepulang dari apotik, Ibu langsung membersihkan diri terlebih dahulu. Ibu tidak ingin kekhawatirannya tentang covid menimpa keluarganya. Pandemi covid telah melatih semua orang untuk waspada dan lebih mengutamakan kebersihan demi kesehatan. 
“Ibu sudah bersih-bersih?” tanya Aira begitu melihat ibu muncul dari dapur.
“Sudah. Itu … obat batukmu. Tadi, ibu sudah belikan dengan multi vitamin juga.” Ibu berkata sambil menunjuk bungkusan obat di atas meja makan. “Selama ini, kamu enggak merasa demam, ‘kan?” tanya ibu melanjutkan.
“Enggak sih, bu. Kenapa, bu? Takut covid, ya?” tanya Aira seolah membaca kekhawatiran ibu.
“Ya … mau gak mau ada rasa khawatir sih, Ra. Tapi semoga enggak ya. Semoga kita semua sehat-sehat aja.” Ibu berharap semuanya dalam keadaan baik-baik saja.
“Aamiin.” kata Aira mengaminkan harapan ibu. 
“Eh, bentar. Kok sudah ada bau kue matang ini…” kata ibu tiba-tiba teringat panggangan kuenya karena ada aroma dari dapur. Ibu bergegas ke dapur. Sementara Aira keheranan dengan bau yang dimaksud ibu. Aira mencoba mengendus-endus bau kue di udara. 
“Kok Aira nggak mencium bau apa-apa, Bu?” tanya Aira. Hidung mungilnya  mengendus-endus mencari sumber bau yang dimaksud ibu. “Bu … bu … Aira enggak bisa mencium bau apa-apa ini.” Suara Aira terdengar agak panik. Ia kemudian bergegas pergi ke kamarnya untuk menyemprotkan parfum di punggung tangannya. Ia coba mencium aroma parfumnya, tapi ia tak juga mencium aromanya.
Ibu yang berada di dapur menjadi sedikit gelisah mendengar kepanikan Aira. Namun, ibu mencoba untuk tetap tenang dan melihat kemungkinan lain penyebab hilangnya penciuman Aira. 
“Ibu yakin enggak kenapa-kenapa, Ra. Kamu kan sedang pilek. Kerjamu lebih sering di rumah juga, ‘kan? Lagi pula sudah vaksin dua kali. Ibu yakin itu karena kamu pilek, hidungmu agak iritasi.” Ibu benar-benar berusaha menenangkan Aira yang sudah panik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis Lagi

Gabung dengan berbagai komunitas itu membuat kita terlibat dengan banyak ragam aktifitas dan  memunculkan ide untuk aktifitas positif baru.  Salah satu komunitas yang kuikuti di facebook ialah ITB Motherhood, suatu group mamah-mamah alumni Institut Gajah di Bandung. Tidak terlalu aktif di dalam group tersebut, tapi kalau ada konten menarik bisa jadi akan urun komentar atau benar-benar akan terlibat di dalamnya.  Suatu malam, menjelang istirahat kusempatkan buka hp dan sesaat berhenti di suatu postingan tentang menulis di blog. Hmmmm menarik.  Ku buka blog ku ini.. ah , ternyata sudah sangat lama tak menulis disini meski kegiatan menulis masih saja berlanjut, tapi menulis di media lain.  Ku pikir, ini aktifitas yang bagus untuk menantang diri ku sendiri untuk disiplin menulis, dan juga melatih kemampuan ku dalam hal menulis.  Kalau kuingat mengapa dulu ingin punya blog adalah ingin punya tempat untuk curhat. Semacam diary pribadi yang biasanya menjadi rahasi...

Sebuah Kenyataan

 Untuk Sebuah Nama beberapa tahun lalu, aku sudah merasakan akan kehadiranmu, namun tak kujumpai secara nyata jejakmu, tapi rasa itu begitu kuat atas keberadaanmu. bertahun telah berlalu, aku tak peduli apakah kau manusia atau hantu, tak kubiarkan jiwa ragaku terjebak dalam bayang-bayang dirimu, aku memilih untuk bergerak maju bersama waktu. prahara yang ia tinggalkan telah memecahkan kristal berharga kami, di sini aku terluka karena serpihan pecahannya, sementara kau nikmati segala bahagia yang mestinya milik kami, sementara pedih perih luka itu dibiarkannya menganga. bertahun kemudian,  ketika luka sembuh sebagian, ada luka yang tak juga kunjung sembuh, justru dinikmati dan dinanti saat kambuh. Sakit, ya… aku tahu. Itu memang sakit.  betapa aku tak boleh mengaduh, dan aku harus tetap menggenggam kristal pecah itu, sementara prahara pun bertumbuh, serpihan pecahan pun makin merasuk serasa membunuh. hingga kau tersebut diantara amarah, dan aku pun teryakinkan bahwa kau bu...

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi ...