Langsung ke konten utama

Hati yang Tegar (1)

Tiba-tiba saja, terdengar suara dering gawai. Bella hanya sempat melirik sesaat pada gawainya. Ada pesan masuk. Namun, Ia tak bisa menjawabnya saat ini. Perhatiannya tengah penuh pada padatnya lalu lintas. Berulang kali kakinya menginjak rem dan tangannya sibuk mengarahkan setir dan gigi. 

Lalu lintas memang selalu sibuk di setiap pagi. Setelah mengantar Talitha ke sekolah, pagi itu, Bella harus segera pulang  untuk membersihkan rumah, memasak, dan mulai bekerja. Sekarang, semua pekerjaan rumah harus ia kerjakan sendiri. Tak ada lagi asisten rumah tangga. Semua itu harus ia lakukan demi menghemat pengeluaran rumah tangga. Perceraiannya dengan Toddy, suaminya, berbuntut dengan pengurangan nafkah yang ia terima. 

Setibanya di rumah, Bella baru sempat membuka gawainya. Dilihatnya pesan yang tadi masuk. Dari Toddy : 
“Mungkin kita sebaiknya menjadi teman saja.” 

Bella mengernyitkan dahinya. ‘Apa maksudnya dengan tulisan ini?’ pikirnya. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja menuliskan pesan seperti itu. Terakhir chatnya kepada Toddy hanyalah meminta tanggung jawabnya untuk tetap menafkahi dirinya dan Talitha. Setelah itu, sewindu berselang sudah tak ada komunikasi. Namun pagi ini, Toddy bicara tentang pertemanan. 

Bella hanya tersenyum kecut. Ia pun meletakkan gawainya di atas meja makan dan membiarkan chat itu tak terbalas. Ia segera mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah lalu menuju dapur. Ia mencuci piring dan membersihkan dapur, tetapi pikirannya tak bisa juga berhenti memikirkan pesan dari Toddy tadi. 

Apa mungkin dia mulai merasa menyesal?’ pikirnya sesaat, tapi sepertinya hal itu sangat tidak mungkin. Ia ingat bagaimana Toddy begitu yakin akan menikahi sekretarisnya dengan atau tanpa izin darinya. Sungguh keterlaluan.

Bagaimana bisa keputusan demikian bisa disetujui dengan mudah oleh seorang istri? Bisa-bisanya memaksakan ide poligami dengan alasan syahwat.  Namun ternyata pertengkaran demi pertengkaran berujung dengan perceraian.                                                                        Keputusan itu begitu mantap dan sedikit pun tak tampak keraguan. Hingga di persidangan pun, tak lagi ia temukan tatapan penuh cinta yang biasa dilihatnya. Pria berperawakan tinggi tegap itu begitu dingin, seperti tak mengenalnya sama sekali. 

Luka hatinya seolah basah lagi. Ada amarah yang tertahan, dan itu mendorong Bella untuk membalas chat dari Toddy. 
“Seorang teman tak akan tega menyakiti temannya yang lain. Sedangkan kamu? Kamu sudah lakukan hal yang tak sepantasnya dilakukan seorang teman. Tak ada kesetiaan. Kalaupun sudah tak ada cinta untukku, layakkah kau perlakukan ibu dari anakmu serupa baby sitter dan penjaga rumah saja seperti ini?” 
Amarah itu menggetarkan seluruh tubuh Bella, hingga jemarinya bergerak cepat menuliskan balasan chat itu. Kedamaian pagi itu sudah sangat terganggu dengan emosi yang membakar hatinya. 

Tidak. Aku punya hak untuk bahagia. Aku punya hak untuk menetapkan arah hidupku tanpa pengaruh buruk apapun, termasuk Kamu.’ bisik hatinya geram sambil menatap layar chat itu. 
Demikian tekadnya untuk tegar di atas perih hatinya, hingga tak sadar, ia gelengkan kepala dengan kuat. Gawai itu pun dimatikannya. 

***** 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi ...

Jelajah Dunia Kopi

Oktober datang, musim pun berganti menjelang. Angin berbisik lebih dingin, Menarik awan menggumpal tebal, Sebentar saja hujan pun tumpah, Gerimis hingga menderas, Nyamannya meringkuk dengan secangkir kopi panas. Awal bulan Oktober, grup MGN bukan hanya mengumumkan hasil tantangan bulan September, tetapi juga menyampaikan kabar tantangan bulan Oktober. Wah, kok tepat dengan suasana hujan dan ngopi sore ini. MGN menetapkan Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober dengan tema Mamah dan Kopi. Hmm… mataku langsung melirik pada cangkir kopi di meja. Pikiran pun mengembara ke berbagai pengalaman tentang kopi yang pernah kucicipi.  Masa SMA adalah awal aku mencicipi kopi dan menjadi teman mengerjakan tugas sampai tengah malam. Namun suatu hari, ibuku melihatku minum kopi dan berkomentar bahwa lebih baik minum coklat panas daripada kopi. Hal itu karena coklat bisa menguatkan jantung, sedangkan kopi membuat jantung tidak sehat. Saat itu belum ada Google untuk mencari...

Kreatif dengan Memanfaatkan Apa yang Ada di Sekitar

Hidup ini memang harus kita jalani apapun yang terjadi. Tidak mungkin kan, hidup harus di hentikan sesaat hanya karena apa yang harus kita jalani menemui kebuntuan. Selagi hidup masih berlangsung, kita masih perlu makan, minum, mandi, dan lain-lain. Setidaknya, kita masih perlu akan kebutuhan dasar. Oleh karena itulah, kita harus kreatif untuk mencari jawaban atas kebuntuan yang bisa jadi kita temui dalam hidup.  Kalau kita mengikuti kegiatan pramuka, tentu kita diajarkan tentang bertahan hidup dengan peralatan yang minim. Belajar hidup sederhana dan bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Dari situ, seorang pramuka akan siap menghadapi kondisi hidup sulit sekalipun.  Namun ternyata, kondisi tersebut pun dialami oleh anak-anak yang tinggal di pondok pesantren. Anak saya yang kedua telah memilih untuk melanjutkan sekolah tahap SMP nya di Pondok Pesantren Assalam Solo. Betapa suatu pilihan yang sulit bagi saya waktu itu, karena, dengan begitu, saya tidak lagi melihatnya bangu...