Langsung ke konten utama

Hati yang Tegar (2)

Sehari ini terasa begitu sibuk dengan urusan antar jemput Talitha, dan rutinitas harian. Usai makan malam dilihatnya Talitha kembali ke kamarnya dan mengerjakan tugas sekolahnya. Bella merebahkan tubuhnya di sofa untuk melepaskan lelahnya. Ia pun meletakkan kedua kakinya di atas lengan sofa.
Sesaat kemudian, ia teringat bahwa seharian ini, ia telah mematikan gawainya. Ia pun terduduk dan meraih gawainya yang tergeletak di meja samping sofa itu. 

Ah, seharian ini ternyata banyak pesan masuk yang tak dihiraukannya. Namun kebanyakan dari obrolan grup. Jemarinya masih terus menelusuri pesan-pesan di layar gawainya hingga terhenti pada sebuah pesan. Pesan dari Toddy.

Rupanya, obrolan pagi tadi berlanjut. 
Namun, hatinya ragu untuk membuka pesan itu. Berulang kali terhubung dengan mantan suaminya itu, ia selalu kembali terluka. Menjauh adalah pilihannya untuk bisa melanjutkan kehidupan secara normal kembali. Sementara segala keperluan Talitha, ia serahkan pada Talitha untuk menghubungi sendiri ayah kandungnya itu. 
Talitha sudah besar, meski belum bisa disebut dewasa secara penuh.  Di usianya yang ke-15 ini, ia sudah bisa berkomunikasi sendiri untuk meminta kebutuhannya.’ Pikir Bella. ‘Lalu, mau apa lagi dia mencoba menghubungiku begini? Bukannya sudah menikah lagi?’ pikirnya lagi dengan heran. 

Dengan hati ragu, jari telunjuknya pun menyentuh baris pesan dari Toddy. 
Tidak bisakah kita berdamai? Setidaknya untuk Talitha. Atau kau memang sedang mengajari Talitha tentang kebencian dan permusuhan?

Seolah tak percaya, Bella membaca tulisan Toddy pada layar gawainya. Matanya terbelalak. ‘Apa-apaan ini? Toxic banget, sih!’ bisiknya tak percaya. Wajahnya menegang dan kedua alis tebalnya pun berkerut. Setelah berkata manis seolah melambaikan bendera perdamaian, dengan jelas Toddy menebar jala tuduhan. 

Ah, benar saja. Membuka pembicaraan dengannya memang malah membuatku makin emosi’ desahnya menyesal sambil meletakkan gawainya di sofa. Menjauh dan tak berkomunikasi lagi selama ini ternyata masih menyisakan celah hatinya kembali terluka. 

Sesaat Bella melirik ke pintu kamar Talitha yang tidak tertutup rapat. Terlihat putri semata wayangnya itu sedang mengerjakan tugas sekolah dengan headset di telinganya. Bella menghela napas lega. Setidaknya gerutuannya barusan tak terdengar. 

Bella kembali menatap gawainya yang masih menyala. Kesal hatinya melengkapi rasa lelah tubuhnya malam itu. Tak habis pikirnya, bagaimana bisa seorang yang pernah mengisi hidupnya itu justru menjadi bongkahan pengganggu hidupnya kini. Perpisahan yang terjadi tak juga membuatnya berubah lebih baik. 

Lalu matanya jatuh pada matras yoganya yang tergulung di pojok lemari. Ia bangkit dari duduknya, mengambil dan menggelar matras yoganya di depan sofa. 
Duduk bersila dan memejamkan matanya. Ia mencoba menenangkan diri dengan mengatur napasnya.

Di dalam hati, ia berdoa dan mencoba bermeditasi sejenak untuk menenangkan hatinya. 
Ya Tuhan. Aku bersyukur dan terima kasih dengan segala anugerah yang Kau berikan. Dengan sadar sepenuhnya, aku terima segala takdir dan segala ketetapanMu atas hidupku. Sudah kutetapkan bahwa tak ada lagi yang bisa mengganggu kedamaian hati dan hidupku. Aku berhak bahagia dan berhak memperjuangkannya. Tak kuizinkan seorang pun berperilaku buruk apalagi mencipta luka terhadapku dan anakku. Ya Tuhan, aku mohon perlindunganMu’

*****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis Lagi

Gabung dengan berbagai komunitas itu membuat kita terlibat dengan banyak ragam aktifitas dan  memunculkan ide untuk aktifitas positif baru.  Salah satu komunitas yang kuikuti di facebook ialah ITB Motherhood, suatu group mamah-mamah alumni Institut Gajah di Bandung. Tidak terlalu aktif di dalam group tersebut, tapi kalau ada konten menarik bisa jadi akan urun komentar atau benar-benar akan terlibat di dalamnya.  Suatu malam, menjelang istirahat kusempatkan buka hp dan sesaat berhenti di suatu postingan tentang menulis di blog. Hmmmm menarik.  Ku buka blog ku ini.. ah , ternyata sudah sangat lama tak menulis disini meski kegiatan menulis masih saja berlanjut, tapi menulis di media lain.  Ku pikir, ini aktifitas yang bagus untuk menantang diri ku sendiri untuk disiplin menulis, dan juga melatih kemampuan ku dalam hal menulis.  Kalau kuingat mengapa dulu ingin punya blog adalah ingin punya tempat untuk curhat. Semacam diary pribadi yang biasanya menjadi rahasi...

Sebuah Kenyataan

 Untuk Sebuah Nama beberapa tahun lalu, aku sudah merasakan akan kehadiranmu, namun tak kujumpai secara nyata jejakmu, tapi rasa itu begitu kuat atas keberadaanmu. bertahun telah berlalu, aku tak peduli apakah kau manusia atau hantu, tak kubiarkan jiwa ragaku terjebak dalam bayang-bayang dirimu, aku memilih untuk bergerak maju bersama waktu. prahara yang ia tinggalkan telah memecahkan kristal berharga kami, di sini aku terluka karena serpihan pecahannya, sementara kau nikmati segala bahagia yang mestinya milik kami, sementara pedih perih luka itu dibiarkannya menganga. bertahun kemudian,  ketika luka sembuh sebagian, ada luka yang tak juga kunjung sembuh, justru dinikmati dan dinanti saat kambuh. Sakit, ya… aku tahu. Itu memang sakit.  betapa aku tak boleh mengaduh, dan aku harus tetap menggenggam kristal pecah itu, sementara prahara pun bertumbuh, serpihan pecahan pun makin merasuk serasa membunuh. hingga kau tersebut diantara amarah, dan aku pun teryakinkan bahwa kau bu...

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi ...