Langsung ke konten utama

Ini Peta Hidupku (3)

Lisna manggut-manggut pertanda mulai mengerti arah pemikiran Fitri. 

“Iya juga, ya. Sering kita mendengar penolakan pada perjodohan yang dilakukan orang tua pada anaknya. Alasan mereka, ya, karena yang menjalani hidup ‘kan mereka, bukan orang tua.” Lisna berkata seolah sedang merenung sendiri. 

“Nah, dengan pemikiran yang sama, apakah yang namanya ta'aruf itu menjamin kita lebih bahagia? Lebih langgeng pernikahannya? Enggak juga, ‘kan? Mungkin ilmu agamanya bagus, tapi apakah karakter orangnya cocok dengan kita?” 

“Hmm, Fit. Mikir kamu jauh amat, sih?” Keluh Lisna setelah mendengar banyak pertanyaan itu. Ia pun merebahkan dirinya di tempat tidur.

“Ya, enggak begitu juga, Lis. Masalahnya yang sedang kita bicarakan itu kehidupan kita selanjutnya, lho," jelas Fitri. "Memangnya kamu mau kehidupanmu ditentukan oleh orang lain?”
“Ya, enggak maulah," jawab Lisna cepat. “By the way, kamu tanya dan punya pemikiran kayak gini, memangnya, awalnya kenapa, sih?” Lisna mulai bertanya menyelidik. Ada tatapan curiga di matanya.
“Awalnya, aku dengar ibu-ibu di sini. Setiap pagi, mereka ‘kan sukanya ngumpul sambil menunggu tukang sayur lewat. Pada ngerumpi, tuh. Suaranya kedengaran sampai sini. Ada yang tanya-tanya, kok Mbak yang tinggal di sebelah rumahku ini, sudah berumur tapi belum nikah juga," jelas Fitri pada Lisna.
“Ih, rese amat, sih! Mau tahu hidup orang saja," komentar Lisna dengan nada jengkel.
“Ya, begitulah hidup bertetangga. Kepedulian yang terlalu peduli, jadinya julid dan rese seperti itu. Mau gak mau, aku kepikiran diriku sendiri, dong. Nanti, selesai kuliah, dan ternyata sampai lama belum nikah juga. Nah, kita berpotensi jadi omongan juga, dong," keluh Fitri sampai mulutnya manyun. Lisna pun mengerutkan keningnya. Ia pun jadi berpikir kemungkinan itu bisa terjadi padanya. 

#30dwc
#30dwcjilid35
#day11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi

Jelajah Dunia Kopi

Oktober datang, musim pun berganti menjelang. Angin berbisik lebih dingin, Menarik awan menggumpal tebal, Sebentar saja hujan pun tumpah, Gerimis hingga menderas, Nyamannya meringkuk dengan secangkir kopi panas. Awal bulan Oktober, grup MGN bukan hanya mengumumkan hasil tantangan bulan September, tetapi juga menyampaikan kabar tantangan bulan Oktober. Wah, kok tepat dengan suasana hujan dan ngopi sore ini. MGN menetapkan Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober dengan tema Mamah dan Kopi. Hmm… mataku langsung melirik pada cangkir kopi di meja. Pikiran pun mengembara ke berbagai pengalaman tentang kopi yang pernah kucicipi.  Masa SMA adalah awal aku mencicipi kopi dan menjadi teman mengerjakan tugas sampai tengah malam. Namun suatu hari, ibuku melihatku minum kopi dan berkomentar bahwa lebih baik minum coklat panas daripada kopi. Hal itu karena coklat bisa menguatkan jantung, sedangkan kopi membuat jantung tidak sehat. Saat itu belum ada Google untuk mencari tah

Kreatif dengan Memanfaatkan Apa yang Ada di Sekitar

Hidup ini memang harus kita jalani apapun yang terjadi. Tidak mungkin kan, hidup harus di hentikan sesaat hanya karena apa yang harus kita jalani menemui kebuntuan. Selagi hidup masih berlangsung, kita masih perlu makan, minum, mandi, dan lain-lain. Setidaknya, kita masih perlu akan kebutuhan dasar. Oleh karena itulah, kita harus kreatif untuk mencari jawaban atas kebuntuan yang bisa jadi kita temui dalam hidup.  Kalau kita mengikuti kegiatan pramuka, tentu kita diajarkan tentang bertahan hidup dengan peralatan yang minim. Belajar hidup sederhana dan bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Dari situ, seorang pramuka akan siap menghadapi kondisi hidup sulit sekalipun.  Namun ternyata, kondisi tersebut pun dialami oleh anak-anak yang tinggal di pondok pesantren. Anak saya yang kedua telah memilih untuk melanjutkan sekolah tahap SMP nya di Pondok Pesantren Assalam Solo. Betapa suatu pilihan yang sulit bagi saya waktu itu, karena, dengan begitu, saya tidak lagi melihatnya bangun pagi da