Langsung ke konten utama

Keresahan di Tengah Naskah

Setelah dua fiksi kubuat dari hari pertama hingga hari ke-12, hari ini adalah hari yang terasa sulit. Aku harus memulai sebuah fiksi baru. Fiksi ketiga ini pun sudah masuk dalam daftar bank ide sebenarnya. Namun, entah mengapa, aku sulit memulainya. Kalaupun sudah dimulai, aku menemukan kebingungan setelah dua paragraf. Bahkan belum lagi memulai ada dialog. Aku seperti berada di jalan buntu dan entah mau melangkah kemana lagi. Apakah harus locat pagar? Apakah harus lompati dinding? Ya Allah, aku merasa beda dengan dua fiksi sebelumnya yang lancar-lancar saja kutuliskan. 

Sampai jam 20.00 wib, saat tulisan ini dibuat, aku belum menemukan sesuatu yang membuatku merasa  sulit untuk mulai menuliskannya. Sejujurnya, aku sudah merasa ketar-ketir dengan waktu yang tersisa. Hal itu karena menulis fiksi tak semudah menulis opini atau artikel seperti yang aku lakukan di dua jilid 30DWC yang lalu. 

Hari ini pun aku menerima kabar bahwa tulisanku untuk antologi Hujan perlu dilakukan revisi. Tulisanku itu ternyata kurang feel, kata editor. Kurang detail, kurang ini dan itu. Baiklah, ku akui bahwa aku masih belajar untuk menulis fiksi. Aku mengikuti event pembuatan antologi itupun karena memang sambil belajar untuk menulis fiksi. Kritik dan masukan dari editor yang ramah dan baik hati itupun kuterima dengan senang hati. Aku siap untuk memperbaikinya. 

Akan tetapi, tulisanku untuk antologi Ramadan pun mendapat komentar dari panitia. Katanya, tulisanku kepanjangan. Tulisan yang diminta cukup lima halaman saja, tetapi aku membuatnya sampai sembilan halaman. 
Ah, bisa kena pemotongan naskah, nih! 
Kok, rasanya sedih, ya. Sembilan halaman itu adalah tulisan yang sudah kubuat sepadat mungkin. Aku tak bisa membayangkan jika tulisan itu benar-benar terkena pemotongan naskah. Akan seperti apa nanti ceritanya? Akankah masih mengalir alur ceritanya?
Aku tawarkan diri untuk membuat cerita yang baru, tetapi khawatir waktunya tidak cukup.

Teringat obrolanku bersama seorang kawan penulis juga. Ia berpendapat bahwa aku lebih pas untuk menulis non fiksi daripada fiksi, meskipun aku bisa juga menulis fiksi. Akan tetapi, tulisanku lebih bagus pada jenis non fiksi. 

Sesaat aku merenung. Kulihat jam sudah menunjukkan 20.26 wib. Tulisan ini mengalir begitu saja. Ah, ini bukan tulisan. Ini curhat saja, semacam jurnal harian yang berisi apa yang kurasa dan apa yang kupikir secara subyektif. Akan tetapi, aku masih harus terus berusaha untuk memulai tulisan fiksi ku yang ketiga. Harus!

Aku harus memulai dari awal lagi. Memikirkan plot cerita, membuat alur cerita, mencipta tokoh, dan segala pernik yang diperlukan. Semua harus jelas dari awal hingga akhir supaya tidak ada lagi kebingungan di tengah-tengah penulisan naskah. Sementara aku masih penuh resah dengan salah yang harus direvisi dan yang akan terkena pemotongan naskah. 
Semoga mendapat kemudahan dari Yang Maha Kuasa.

#30dwc
#30dwcjilid35
#day13


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi

Jelajah Dunia Kopi

Oktober datang, musim pun berganti menjelang. Angin berbisik lebih dingin, Menarik awan menggumpal tebal, Sebentar saja hujan pun tumpah, Gerimis hingga menderas, Nyamannya meringkuk dengan secangkir kopi panas. Awal bulan Oktober, grup MGN bukan hanya mengumumkan hasil tantangan bulan September, tetapi juga menyampaikan kabar tantangan bulan Oktober. Wah, kok tepat dengan suasana hujan dan ngopi sore ini. MGN menetapkan Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober dengan tema Mamah dan Kopi. Hmm… mataku langsung melirik pada cangkir kopi di meja. Pikiran pun mengembara ke berbagai pengalaman tentang kopi yang pernah kucicipi.  Masa SMA adalah awal aku mencicipi kopi dan menjadi teman mengerjakan tugas sampai tengah malam. Namun suatu hari, ibuku melihatku minum kopi dan berkomentar bahwa lebih baik minum coklat panas daripada kopi. Hal itu karena coklat bisa menguatkan jantung, sedangkan kopi membuat jantung tidak sehat. Saat itu belum ada Google untuk mencari tah

Kreatif dengan Memanfaatkan Apa yang Ada di Sekitar

Hidup ini memang harus kita jalani apapun yang terjadi. Tidak mungkin kan, hidup harus di hentikan sesaat hanya karena apa yang harus kita jalani menemui kebuntuan. Selagi hidup masih berlangsung, kita masih perlu makan, minum, mandi, dan lain-lain. Setidaknya, kita masih perlu akan kebutuhan dasar. Oleh karena itulah, kita harus kreatif untuk mencari jawaban atas kebuntuan yang bisa jadi kita temui dalam hidup.  Kalau kita mengikuti kegiatan pramuka, tentu kita diajarkan tentang bertahan hidup dengan peralatan yang minim. Belajar hidup sederhana dan bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Dari situ, seorang pramuka akan siap menghadapi kondisi hidup sulit sekalipun.  Namun ternyata, kondisi tersebut pun dialami oleh anak-anak yang tinggal di pondok pesantren. Anak saya yang kedua telah memilih untuk melanjutkan sekolah tahap SMP nya di Pondok Pesantren Assalam Solo. Betapa suatu pilihan yang sulit bagi saya waktu itu, karena, dengan begitu, saya tidak lagi melihatnya bangun pagi da