Langsung ke konten utama

Jalan-jalan Pagi di Embung Tambakboyo


Pandemi Covid-19 telah membuat kita semua terkurung di dalam rumah selama 2 tahun lamanya. Selama itu pula, kegiatan kita sehari-hari dilakukan secara daring di rumah. Segala kegiatan dilakukan dengan duduk dan menunduk. Hanya pikiran kita saja yang berselancar di dunia maya dan berkomunikasi dengan siapa saja melalui gawai. Aktivitas fisik pun menjadi jarang dilakukan. Banyak orang mengakui bahwa selama pandemi berlangsung, berat badan pun meningkat. 

Saya pun merasakan hal yang sama. Ada peningkatan berat badan dan aktivitas fisik pun berkurang. Terlebih lagi kegiatan menulis menjadi banyak bersama beberapa komunitas menulis. Ada tantangan menulis dan kelas-kelas belajar menulis yang menuntut saya untuk membuat tulisan di setiap harinya. Belum lagi saya harus membuat design ilustrasi dari tulisan saya tersebut. Segala kegiatan itu perlu konsentrasi yang cukup lama dan itu berarti menuntut saya untuk duduk dalam waktu yang lama. Bisa dibayangkan, betapa tubuh saya menjadi kurang bergerak. Mungkin, hal seperti itu pun terjadi juga pada banyak orang. 

Dengan adanya upaya vaksinasi, banyak orang sudah mulai percaya diri untuk beraktivitas di luar rumah. Meski begitu, kita semua masih harus tetap waspada karena varian virus corona yang disebut omicron pun sedang merebak di mana-mana. Penggunaan masker, jaga jarak, selalu cuci tangan, dan menghindari kerumunan masih harus selalu diterapkan.

Pagi ini, saya mengikuti ajakan teman-teman alumni ITB yang tinggal di Yogyakarta untuk olahraga bersama di Embung Tambakboyo-Yogyakarta. Saya menempuh perjalanan sejauh 11,9 km dari rumah ke embung ini. Letak embung ini berada di Condongcatur-Sleman-Yogyakarta. Di sekeliling embung itu, ada jalan selebar 6 meter dan sepanjang 1769 meter yang bisa dilalui orang untuk jalan-jalan atau lari pagi. Saya dan kawan-kawan berjalan kaki santai di sekeliling embung itu. Kata teman saya, tempat itu sangat ramai pada hari Sabtu dan Minggu.

Pertama kali saya tiba di lokasi, saya merasa wow. Embung Tambakboyo tampak luas sekali. Bagi saya yang sudah lama tidak beraktivitas di luar rumah karena pandemi ini, panjang jalan di sekitar embung itu begitu panjang. Ada sedikit rasa kurang yakin akan mampu melalui jalanan itu. Namun, kami berjalan santai sambil ngobrol sehingga, tanpa terasa, sudah dua putaran keliling embung dilalui. 

Di tengah perjalanan, saya melihat bunga cantik yang dihinggapi kumbang hitam besar. Pastinya, bunga itu mengandung madu yang banyak. Bunga apa namanya, ya? Bunga itu tumbuh subur di samping jalan di sepanjang embung itu. Saya berhasil mencabut bibit tanamannya. Saya pilih yang kecil saja supaya mudah untuk dibawa pulang. 

Dua putaran telah dilewati. Kaki saya sudah mulai merasa pegal. Saya pun memutuskan untuk beristirahat di dekat bendungan. Saya pikir, saya harus melakukannya secara bertahap agar tubuh saya tidak terlalu kelelahan hari ini. Jatuh sakit adalah hal yang saya hindari. Bukankah kita berolah raga bertujuan untuk sehat?

Kebetulan ibu Prilasiana yang alumni Seni Rupa ITB angkatan 77 itu ingin membuat sketsa pemandangan di situ. Sementara, mbak Tika dan Retno melanjutkan jalan-jalan satu putaran lagi. 


Sesampainya mereka di tempat saya beristirahat, sketsa yang dibuat ibu Prilasiana pun selesai. Wah, cepat juga dia membuatnya, dan hasilnya keren. Tidak heran lah, beliau alumni jurusan Design dan Seni Rupa ITB. Menggambar dan segala seni kriya adalah kesenangan sekaligus pekerjaannya. 

Jam 10 pagi, matahari sudah lumayan terasa panas. Kami memutuskan untuk kembali pulang ke rumah masing-masing. Saya pun sudah merasa lapar. 
Sepanjang perjalanan ke tempat parkir, kami sempatkan berfoto untuk mengabadikan kenangan. Wajah Merapi pun sudah tak lagi berselimut awan.


Sesampai di rumah, baru terasa, seluruh badan rasanya pegal semua. Baru saja duduk bersandar di sofa untuk beristirahat, mata sudah terpejam. Ah, saya kelelahan. 

#30dwc
#30dwcjilid35
#day8


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman yang Membawa Hikmah

Perjalanan hidup setiap orang tentunya tidak sama. Namun yang pasti, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing yang akan membawa takdir hidupnya masing-masing. Ujian hidup itu merupakan tantangan untuk ditaklukkan dan pastinya memberi pengalaman batin dan menjadi moment pendewasaan. Seperti halnya tema ngeblog yang ditetapkan MGN untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog untuk bulan September 2023 ini yang bertemakan Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar. Tantangan ngeblog kali ini benar-benar tantangan bagiku. Sungguh sulit untuk memulainya. Beberapa kali telah siap menghadap layar iPad dan jemari sudah siap mengetikkan kata-kata, tapi bingung mau mulai dari mana. Dari serangkaian peristiwa yang kualami, sejenak sulit untuk memilih mana yang merupakan Tantangan Hidup Terbesar sesuai tema yang ditetapkan. Berulang kali juga merasakan sesak di dada ketika mengingat kembali masa-masa sulit itu. Namun akhirnya aku menyimpulkan satu hal yang menjadi

Jelajah Dunia Kopi

Oktober datang, musim pun berganti menjelang. Angin berbisik lebih dingin, Menarik awan menggumpal tebal, Sebentar saja hujan pun tumpah, Gerimis hingga menderas, Nyamannya meringkuk dengan secangkir kopi panas. Awal bulan Oktober, grup MGN bukan hanya mengumumkan hasil tantangan bulan September, tetapi juga menyampaikan kabar tantangan bulan Oktober. Wah, kok tepat dengan suasana hujan dan ngopi sore ini. MGN menetapkan Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober dengan tema Mamah dan Kopi. Hmm… mataku langsung melirik pada cangkir kopi di meja. Pikiran pun mengembara ke berbagai pengalaman tentang kopi yang pernah kucicipi.  Masa SMA adalah awal aku mencicipi kopi dan menjadi teman mengerjakan tugas sampai tengah malam. Namun suatu hari, ibuku melihatku minum kopi dan berkomentar bahwa lebih baik minum coklat panas daripada kopi. Hal itu karena coklat bisa menguatkan jantung, sedangkan kopi membuat jantung tidak sehat. Saat itu belum ada Google untuk mencari tah

Kreatif dengan Memanfaatkan Apa yang Ada di Sekitar

Hidup ini memang harus kita jalani apapun yang terjadi. Tidak mungkin kan, hidup harus di hentikan sesaat hanya karena apa yang harus kita jalani menemui kebuntuan. Selagi hidup masih berlangsung, kita masih perlu makan, minum, mandi, dan lain-lain. Setidaknya, kita masih perlu akan kebutuhan dasar. Oleh karena itulah, kita harus kreatif untuk mencari jawaban atas kebuntuan yang bisa jadi kita temui dalam hidup.  Kalau kita mengikuti kegiatan pramuka, tentu kita diajarkan tentang bertahan hidup dengan peralatan yang minim. Belajar hidup sederhana dan bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Dari situ, seorang pramuka akan siap menghadapi kondisi hidup sulit sekalipun.  Namun ternyata, kondisi tersebut pun dialami oleh anak-anak yang tinggal di pondok pesantren. Anak saya yang kedua telah memilih untuk melanjutkan sekolah tahap SMP nya di Pondok Pesantren Assalam Solo. Betapa suatu pilihan yang sulit bagi saya waktu itu, karena, dengan begitu, saya tidak lagi melihatnya bangun pagi da