Ketika awal aplikasi Facebook merebak, banyak orang menggunakan Facebook tanpa tahu bagaimana memanfaatkannya. Facebook lebih banyak digunakan untuk menulis apa yang terjadi pada saat itu. Tetapi isi kontennya bukan merupakan ulasan atau opini dari sebuah peristiwa. Sebagai contohnya adalah :
“Mau mandi dulu, ah. Eh kok handuknya ketinggalan.”
“Wah, panasnya hari ini.”
“Kesepian, nih.”
Maraknya ungkapan seperti itu seolah memberi petunjuk kepada pengguna facebook lain, bahwa seperti itulah facebook digunakan. Dengan begitu, orang-orang yang punya permasalahan hidup mengungkapkan apa yang dirasa dan dipikirkannya melalui tulisan di Facebook.
Mereka lupa bahwa Facebook atau media sosial lainnya bukanlah buku diary. Diary akan menyimpan secara rahasia semua isi hati dan pikiran kita sedangkan media sosial berbeda. Media sosial memfasilitasi kita untuk terhubung dengan teman-teman yang kita kenal. Bahkan, kita bisa berkenalan dengan orang baru. Orang-orang yang menjadi teman di media sosial itu bisa melihat semua yang kita tuliskan. Dengan begitu, media sosial bukanlah tempat yang baik untuk menuliskan hal yang bersifat pribadi. Bisa dikatakan bahwa menulis di media sosial itu sama saja dengan berbicara keras (bukan berbisik) di tengah banyak orang. Bisa dibayangkan jika kita berbicara keras di tengah banyak orang. Hal itu tentu akan mengundang berbagai reaksi banyak orang. Bisa jadi ada yang menanggapi dengan omongan positif atau negatif. Namun, ada juga yang akan sekedar menengok untuk memastikan siapa yang bicara, atau hanya mendengar tapi tak peduli atau diam dengan segala pikirannya sendiri.
Menulis memang bisa digunakan sebagai sarana healing. Namun, apakah menuliskan keluhan di media sosial bisa dikatakan healing? Apakah itu pun bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi?
Pertanyaan selanjutnya adalah, siapakah yang akan tertarik dengan masalah pribadi kita? Kalaupun ada, paling-paling akan memberi komentar biasa saja dan bukan merupakan solusi.
“Sabar ya.”
“Kamu pasti kuat menghadapinya.”
“Turut prihatin.”
Hal yang memprihatinkan adalah jika tulisan kita ternyata memancing kejahatan. Tentu saja hal itu tidak kita inginkan. Akan tetapi, banyak peristiwa diberitakan adanya kejahatan yang berawal dari media sosial.
Seorang perempuan yang kebetulan menjadi single disebabkan apapun menyatakan rasa kesepiannya di media sosial. Mungkin baginya, itu hanya merupakan ungkapan hatinya saja. Namun, seperti yang sudah diungkapkan di atas, media sosial tak ubahnya sebuah tempat yang padat dengan banyak orang. Siapapun bisa mengetahui apa yang kita tuliskan.
Pernyataan rasa sepi itu bisa ditanggapi dengan berbagai persepsi. Di mata pria nakal, kesepiannya itu menunjukkan kebutuhannya akan keintiman. Pria nakal akan berusaha untuk berkenalan dan memanfaatkan kelengahan. Pengguna media sosial yang tidak tahu seluk beluk dunia hitam media sosial biasanya akan mudah terjebak.
Lengah dengan rayuan, kerugian yang didapatkan.
Kerugian itu bisa saja berupa kerugian uang. Atau, kalaupun berlanjut dengan sebuah hubungan, hubungan yang terjadi justru menambah runyam jalan hidupnya. Jika sudah demikian, keluhannya akan bertambah panjang. Akankah jatuh di lubang yang sama? Alih-alih sadar, biasanya pun akan share lagi di media sosial, mengumumkan bahwa si Anu adalah penipu, dan lain-lain.
Sepanjang manusia masih hidup, manusia akan menghadapi masalah dan ujian hidup. Jika tidak segera disadari, akankah sampai akhir hayat berkelakuan sama? Hal ini perlu disadari bahwa setiap orang akan mempunyai ujiannya masing-masing. Kita tidak bisa mengklaim bahwa ujian kita yang paling berat dan paling menyengsarakan hidup sehingga layak untuk diketahui banyak orang melaui media sosial. Mengeluhkan masalah hidup yang tengah dihadapi di media sosial tidak akan menyelesaikan masalah itu sendiri. Masalah harus dihadapi dan diselesaikan, bukan dikeluhkan. Terkait dengan masalah pribadi, tentunya akan lebih bijak jika dibicarakan dan dikonsultasikan secara privat pula.
Sementara, media sosial hanyalah suatu alat agar kita bisa terhubung dengan orang yang kita kenal. Media sosial bisa diibaratkan dengan sebuah ruangan besar dan di situ kita bisa bertemu dengan banyak orang, kenal atau pun tidak. Untuk membicarakan hal khusus, tentunya tidak semua orang memiliki minat yang sama. Oleh karena itu, seperti Facebook, kita bisa menciptakan ruang khusus di ruangan itu sehingga pembicaraan bisa lebih privat. Bagaimanapun, sebuah alat harus diketahui fungsi dan cara penggunaannya terlebih dahulu. Dengan begitu, kita tidak akan salah dan merasa dirugikan.
#30dwc
#30dwcjilid34
#day26
Komentar
Posting Komentar