Dalam hal hubungan antara laki-laki dan perempuan, hal yang sering menjadi pembicaraan hangat adalah poligami. Banyak orang sudah mengetahui bahwa poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan. Lawan dari poligami adalah monogami. Berbagai pendapat pro dan kontra sering mewarnai diskusi tentang hal ini.
Kebanyakan orang menyatakan setuju dengan poligami hanya karena hal tersebut tercantum dalam Alquran. Ditambah lagi dengan sebuah kondisi bahwa jumlah penduduk perempuan di dunia lebih banyak daripada laki-laki. Hal tersebut mereka jadikan alasan agar perempuan bisa mendapatkan pasangan hidup. Mereka berpendapat, poligami adalah jalan keluarnya.
Berbagai alasan bisa dicari untuk menghalalkan segala yang sesuai dengan hawa nafsu. Namun, mereka tidak mencari tahu terlebih dahulu asal mula adanya poligami. Mereka juga seharusnya mengkaji lebih dalam mengapa Allah memerintahkan perihal poligami dengan batasan empat orang istri.
Pada ayat Al-Qur'an yang sering digunakan mengenai diizinkannya Poligami adalah Surah An-Nisa' ayat 3. Ayat itu berisi :
“ ... dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.”
Masyarakat Arab dahulu kala mempunyai kebiasaan menikahi banyak perempuan. Bukan hanya empat tetapi ada yang menikahi sepuluh hingga belasan istri. Bahkan dalam kisah masa kerajaan-kerajaan kuno Jawa pun terdapat keterangan bahwa praktik poligami pun ada. Hal tersebut terekam dalam karya sastra, prasasti, dan relief candi. Ada tokoh yang istrinya ribuan.
Jadi, bisa dikatakan, bahwa poligami bukanlah keharusan untuk dilakukan hanya karena tersebut di dalam Alquran. Pada surat An-Nisa ayat 3 itu, Allah memberi aturan tentang poligami yang baik dan benar. Allah memerintahkan manusia agar tidak berlebih-lebihan dengan memperistri lebih dari empat. Disini, Allah menunjukkan kepada kita bahwa manusia tak akan bisa berbuat adil. Selain itu, Allah memberi tahu kepada kita bahwa perempuan juga manusia yang perlu diperhatikan emosinya.
Perempuan dinikahi tidak hanya untuk keperluan reproduksi. Perempuan dinikahi bukan demi menghalalkan hubungan seksual di antara mereka. Akan tetapi, pernikahan yang terjadi adalah lebih untuk memuliakan manusia itu sendiri. Menikah menjadi cara terbaik agar manusia terhindar dari perbuatan zina. Dengan begitu, derajat manusia akan lebih baik daripada binatang.
Banyaknya jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan bukan berarti mereka semua menjadi layak dipoligami. Sejumlah perempuan itu pun harus dilihat dari segi umurnya. Tidak semua perempuan di dunia ini berusia 20 hingga 40 tahun dan berstatus single. Akan tetapi ada juga yang sudah nenek-nenek, balita, dan masih di bawah umur untuk usia pernikahan. Kalaupun ada yang single dan berusia di antara 20 hingga 40an, belum tentu mereka resah karena belum menikah. Apalagi di zaman serba internet seperti sekarang. Pernikahan menjadi sebuah pilihan hidup, meski mereka tahu bahwa menikah mempunyai banyak kebaikan.
Antara suami dan istri, pastinya akan melibatkan kecenderungan perasaan. Ada perasaan ingin memiliki dan menjadi satu-satunya di hati pasangannya. Jika laki-laki merasakan hal tersebut, perempuan juga merasakan hal yang sama. Rasa cemburu adalah bukti adanya cinta di hati. Rasa cemburu juga bisa menjadi petaka jika tidak saling menjaga perasaan pasangan.
Sudah banyak berita bahwa seorang suami dibunuh istrinya karena cemburu. Ada juga berita sebaliknya, istri dibunuh suami karena ketahuan berselingkuh. Kondisinya sama saja. Rasa cemburu timbul karena tidak ingin diduakan. Oleh karena itu, Allah pun memberi syarat bagi mereka yang hendak berpoligami. Syarat pertama adalah ijin dari istri pertama. Jika tidak ada ijin dari istri pertama, pernikahan kedua itu akan tidak sah.
Poligami tak semudah diucapkan. Poligami memiliki tanggung jawab yang banyak. Dari seorang istri saja, suami harus sanggup memimpin, membimbing, melindungi dan menafkahi. Sekian kewajiban suami kepada istri tersebut harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Jika suami berpoligami, tanggung jawab suami akan lebih berat tentunya.
Boleh saja mempunyai keinginan untuk berpoligami. Akan tetapi, sanggupkah menjalaninya dengan segala persyaratannya tersebut? Seseorang yang mempunyai ilmu yang tinggi akan sangat berhati-hati dalam berucap dan mengambil tindakan. Hal itu karena semua tindakan kita akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
(Tulisan ini akan saya sambung di kemudian hari)
#30dwc
#30dwcjilid34
#day21
Komentar
Posting Komentar