Pagi tadi, saya mendengar sebuah topik menarik di televisi. Topik itu tentang menabung air. Ya, menabung air untuk masa depan kita. Jadi menabung bukan hanya uang saja, tetapi air juga.
Kebutuhan air bersih kita per hari adalah sebanyak 60 liter per orang. Kebutuhan ini untuk keperluan segala hal dalam hidup kita di luar kebutuhan untuk minum. Namun, kita tahu bahwa air bersih di lingkungan kita sudah sangat kritis kondisinya. Hal itu karena adanya pencemaran dan semakin jarangnya pepohonan. Efek dominonya memang sangat panjang.
Jumlah penduduk yang meningkat membutuhkan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung. Hal itu memerlukan pembukaan lahan yang semakin luas. Pembangunan infrastruktur membuat tertutupnya tanah dengan aspal dan beton. Pohon-pohon yang berfungsi sebagai kantung air terpaksa ditebang. Lahannya untuk tempat tinggal, dan kayunya dipergunakan untuk tempat tinggal dan atau keperluan lain. Kalaupun bukan untuk tempat tinggal, sudah banyak hutan dibuat gundul karena lahannya digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu bara, atau dibiarkan begitu saja.
Pelaku usaha dan penebang pohon itu hanya berpikir untuk kebutuhannya saja. Mereka tak berpikir akibat dari perbuatannya yang merusak alam akan mengancam kehidupan satwa dan generasi mendatang. Bukankah itu sebuah sikap egois?
Banyak berita yang mengabarkan sekawanan gajah, harimau, atau babi hutan yang masuk ke pemukiman penduduk. Binatang-binatang itu mencari makan dan tempat berlindung. Tetapi, apa yang dicari sudah sulit diperoleh di hutan sehingga mereka masuk ke pemukiman penduduk. Bahkan sering diberitakan tentang orang utan yang merana di tepi rimba Kalimantan.
Akibat dari hilangnya hutan bukan hanya menjadi penderitaan para hewan di hutan. Tetapi kita semua akan merasakan kerugiannya. Suhu bumi akan naik karena pepohonan yang mengubah karbondioksida menjadi oksigen sudah berkurang. Serapan air pun berkurang sehingga ketersediaan air tanah pun menjadi berkurang. Sementara tanah yang dibiarkan gundul itu bisa berisiko terjadinya longsor. Risiko bencana banjir pun bisa terjadi di perkotaan yang padat dengan bangunan beton dan aspal.
Sisi penting ketersediaan air tanah adalah untuk kebutuhan air bersih kita sehari-hari. Jika kondisi lingkungan kita memprihatinkan seperti itu terus menerus, bagaimana dengan generasi mendatang? Cukupkah ketersediaan air bersih untuk anak cucu kita nanti? Sampai berapa lama cadangan air bersih kita bisa digunakan, mengingat pencemaran lingkungan pun ikut memberi efek?
Sudah seharusnya pertanyaan-pertanyaan itu menjadi keresahan kita semua. Kita tidak bisa bersikap egois dengan memanfaatkan semua sumber daya alam tanpa menjaga agar tetap lestari. Kita harus ikut berperan serta dalam pelestarian lingkungan kita.
Air memiliki siklus yang pasti secara alamiah. Air yang turun ke bumi sebagai hujan harus kembali lagi ke laut. Sebagian masyarakat yang sadar akan kepentingan ketersediaan air tanah telah bergerak dengan menabung air. Mereka membuat biopori dengan cara membuat lubang-lubang di tanah yang berfungsi untuk menampung air hujan. Dengan begitu, air hujan bisa masuk ke dalam tanah. Hal ini bisa mengurangi risiko bencana banjir karena air hujan bisa langsung masuk ke tanah.
Selain biopori, ada pula yang menampung sebagian air hujan untuk dialirkan ke atas rumahnya. Ia membuat sistem aliran air di atas genting sehingga air mengalir seperti hujan buatan. Sistem ini berfungsi untuk menurunkan suhu di dalam rumah hingga 3 derajat. Sistem perpipaan yang dibuat pun bisa sekalian untuk menyirami tanaman di halaman rumahnya.
Upaya lain adalah dengan pengolahan sampah. Hal ini perlu dilakukan karena sampah menjadi masalah pencemaran lingkungan. Sampah yang tidak dapat hancur di tanah dengan mudah akan menutupi permukaan tanah. Dengan begitu, air hujan terhalang untuk masuk ke dalam tanah. Untuk upaya ini, semua orang bisa melakukannya melalui pembiasaan membuang sampah dengan cara dipilah. Sampah dipilah sesuai jenisnya seperti plastik, logam, pecah belah, kertas, dan styrofoam. Untuk sampah organik dibuang terpisah dan bisa diolah menjadi kompos.
Sudah banyak orang yang mulai bergerak untuk memilah sampah. Sampah anorganik diupayakan untuk didaur ulang. Untuk memfasilitasi keperluan ini, sudah ada aplikasi yang bisa kita gunakan untuk menyalurkan sampah anorganik, yaitu Rapel. Rapel akan membeli sampah anorganik yang sudah dipilah itu. Bagi kita, cara ini bisa untuk menjadi tambahan pemasukan, bukan?
Sayangnya, Rapel belum bisa melayani hingga seluruh Indonesia. Namun, upayanya untuk melebarkan sayap pelayanan sedang diusahakan. Kita doakan saja agar Rapel atau ada aplikasi lain yang serupa bisa mencakup seluruh Indonesia. Dengan demikian, Indonesia bisa terjaga lingkungannya dan lestari alamnya.
Hal terpenting lagi adalah upaya penghijauan hutan kembali. Lahan yang gundul harus segera ditanami kembali dengan tanaman keras. Kalaupun ada keperluan dengan penebangan pohon, maka harus diimbangi dengan penanaman kembali di lahan tersebut. Sehingga, hutan kita tetap hijau dan bisa berfungsi sebagai paru-paru dunia.
Tulisan ini sangat tepat dengan Hari Gerakan Satu Juta Pohon yang jatuh pada tanggal 10 Januari. Hari itu ditetapkan sebagai salah satu upaya untuk penyelamatan hutan dan pelestarian lingkungan. Nah, apa upaya kamu untuk ikut melestarikan lingkungan?
#30dwc
#30dwcjilid34
#day24
#egois
Komentar
Posting Komentar